Jumat, 30 Oktober 2015

SASTRA LISAN KABHANTI: MEMORI KOLEKTIF MASYARAKAT WAKATOBI DARI MASA KE MASA



Oleh:
Sumiman Udu[1]

ABSTRAK
Sastra lisan kabhanti merupakan sastra tradisi yang selama ini tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Wakatobi. Perkembangan sastra lisan dari waktu ke waktu selalu mengalami pergeseran,  seiring dengan perkembangan zaman dari masyarakat  pendukungnya. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan perkembangan memori kolektif masyarakat Wakatobi di masa lalu, kini dan masa yang akan datang yang tersimpan dalam sastra lisan kabhanti.
Penelitian ini menggunakan paradigma etnografis sehingga pengumpulan dan pengolahan data menggunakan prinsip etnografis. Penggunaan paradgima ini digunakan untuk mengungkap berbagai memori kolektif yang ada di dalam masyarakat pendukung kabhanti dari waktu ke waktu.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tradisi lisan kabhanti merupakan memori kolektif masyarakat Wakatobi yang terus berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. (1) Di masa lalu, hampir seluruh kehidupan masyarakat Wakatobi menggunakan tradisi lisan kabhanti sebagai bagian dari aktifitasnya, (2) saat ini, sastra lisan kabhanti masih tetap menjadi memori kolektif masyarakat yang menyimpan berbagai nilai-nilai masyarakat Wakatobi, (3) melalui sastra lisan kabhanti, banyak generasi Wakatobi yang mampu melahirkan karya-karya kreatif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, (4) di masa mendatang, diharapkan sastra lisan kabhanti masih tetap menjadi media memori kolektif masyarakat pendukungnya, yang tetap menyimpan nilai-nilai kultural, disisi yang lain, sastra lisan kabhanti di masa yang akan datang diharapkan dapat menjadi media pengembangan sastra lisan yang efektif karena sastra lisan kabhanti memiliki fleksibiltas yang tinggi untuk menerima setiap perubahan masyarakatnya.

Selasa, 20 Oktober 2015

Tradisi Duata dan Keberlangsungan Kehidupan Suku Bajo Di Wakatobi


  Oleh: Sumiman Udu

Keberadaan Orang Bajo di Wakatobi, sudah hampir tuanya dengan perkembangan manusia di Kawasan ini. Kalau merujuk kepada Hikayat Negeri Buton atau Hikayat Si Panjonga, maka Suku Bajo telah menjadi orang tempat bertanyanya orang-orang perahu yang memuat rombongan Si Panjongan setelah mereka ditimpa oleh angin ribut yang dasyat. Berdasarkan cerita tersebut, maka sebenanya orang bajo, sudah datang jauh sebelum kedatangan orang-orang Melayu di Kepulauan Wakatobi dan Buton pada Umumnya. Mereka telah menjadi penunjuk jalan atas kapal Si Panjongan dan teman-temannya. 

Peristiwa itu, dapat dijadikan rujukan keberadaan mereka di Wakatobi Buton pada umumnya. Kalau melihat tentang keberadaan masyarakat Bajo di dalam Kesultanan Buton, maka mereka sesungguhnya adalah salah satu masyarakat Buton yang diakui keberadaanya. Di Beteng Buton, dikenal adanya Lawana Wajo. Itu artinya, bahwa suku Bajo memiliki juga ruang di dalam kesultanan. 

Jumat, 09 Oktober 2015

Gula Rote Sampai ke Wakatobi

Pagi itu cuaca agak dingin, embun masih menyisahkan tanda-tandanya di tanah, basah. 20 km dari Ba’a Lobalain ke Busalangga pasar rakyat Rote Barat Laut. Dengan mengendarai motor metik Suzuki perburuan ini dimulai. Jalan beraspal yang mulus menjadikan perburuan ini tak begitu lama untuk sampai ke pasar Busalangga, cukup 20 menit saja.

Selasa, 06 Oktober 2015

Pentingnya Perpustakaan untuk Pembangunan Wakatobi

Oleh:
Sumiman Udu

Duduk di antara ratusan orang-orang hebat dalam seminar Internasional Sastra Bandung 2015 merupakan hal yang paling membahagiakan. Suatu moment yang mengispirasi bagaimana Sunda bisa berada pada percaturan kebudayaan Global. Mereka menata perpustakaan mereka, mereka membangun kelembagaan perpustakaan yang luar biasa. Teringat saya pada keinginan pemerintah Kabupaten Wakatobi untuk membangun Perpustakaan di Wakatobi. Selama sepuluh tahun terakhir, di Wakatobi disediakan mobil perpustakaan keliling, dan untuk melayani masyarakat di pulau-pulau lainnya, seperti Kaledupa, Tomia dan Binongko dengan mengadakan spead boat perpustakaan keliling. Sungguh suatu niatan yang luar biasa, membangun Sumber Daya Manusia Wakatobi, tetapi semua kenangan itu sirna begitu saja, karena mobil dan speat boath itu saat ini belum efektif kalau aku enggan untuk mengatakannya mati suri.

Jumat, 02 Oktober 2015

EKSISTENSI SASTRA LISAN BHANTI-BHANTI SEBAGAI RUANG NEGOSIASI LOKAL DALAM KEBUDAYAAN GLOBAL[1]



Oleh:
Sumiman Udu[2]
Keberadaan sastra lisan selama ini telah menjadi indentitas masyarakat lokal dalam menghadapi kebudayaan global di seluruh dunia. Sebagai ekspresi budaya lokal, sastra lisan bhanti-bhanti tetap menyuarakan identitas lokal masyarakat Wakatobi yang terus-menerus menyesuaikan diri dan membangun dialog dengan kebudayaan global yang terus menyerbu hingga ke ruang-ruang ketaksadaran kolektif masyarakat.
Penelitian ini menggunakan paradigma etnografi. Data penelitian ini akan difokuskan pada pandangan masyarakat Wakatobi tentang indentitas lokal mereka dalam menghadapi kebudayaan global yang ada dalam sastra lisan bhanti-bhanti. Dengan demikian, data akan dianalisis untuk melihat eksistensi masyarakat Wakatobi yang digambarkan dalam sastra lisan bhanti-bhanti sebagai ekspersi budaya lokal dalam berinteraksi dengan budaya global.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa melalui sastra lisan bhanti-bhanti masyarakat Wakatobi mampu membangun identitas lokal mereka. Tetapi di sisi yang lain, sebagai ekpresi budaya lokal, sastra lisan bhanti-bhanti masyarakat Wakatobi tetap terbuka, terutama dalam menghadapi berbagai perkembangan budaya global. Oleh karena itu, keberadaan sastra lisan bhanti-bhanti merupakan identitas lokal dan sekaligus menjadi ruang negosiasi kultural masyarakat Wakatobi dalam menghadapi perkembangan dan perubahan budaya global dewasa ini.
Kata kunci: eksistensi, sastra lisan, bhanti-bhanti, ruang, negosiasi lokal, kebudayaan Global