Minggu, 20 Maret 2011

Sebuah Allegori

oleh: Azzahra Azra 
Kendari, 20 Maret 2011 jam 19:01
Saudariku,
Jikalau engkau membaca kisah ini
Dengungkan dalam hati

Sejenak luahkan lelah
Arungi rangkaian hikmah
Sebuah kidung tentang sejumput kisah
Yang kan membawamu jauh
Laksana berlayar di lautan petuah

Saudariku
Selami kisah ini
Bingung darimana memulai
Tiada pernah disadari
Darimana sebuah perjalanan dimulai
Ketika sebuah asa menjulang tinggi,
Dan segala pekat menepi
Roda tak lagi bergerigi
Mawar tak lagi berduri

 Saudariku,
Adalah seorang belia
Mengembara di belantara dunia
Dunia nan sesak oleh ragam samaran petaka
Mengambang diantara gugusan kejora,
dan setan-setan neraka

Saudariku,
ketika saatnya tiba untuk dia,
kaki mungilnya bergerak menapaki buana
dan hari-hari berlalu dengan angkuhnya,
namun sang surya yang tak henti menghangatkannya,
dan sang dewi malam yang selalu tersenyum untuknya.
Maka gelap dan terang adalah cahaya baginya

saudariku,
bersabarlah, kisah ini belum berakhir,
dan kini saatnya dia berjuang meski dalam getir
asa itu tak gentar meski oleh halilintar,
yang pekak menggelegar
Oleh kerana dalam jiwa yang berkobar
Dan raga nan kukuh bergetar

Saudariku,
Pada suatu ketika tiba-tiba,
mega-mega mengganas laksana cakar-cakar raksasa
menyelimuti cakrawala,
sang surya tak berdaya
kegelapan yang sangar membekukannya dalam maya
gemerlap cahayanya hilang seketika
hingga hanya pendar yang tersisa

Saudariku,
jikalau engkau bertanya apa yang kemudian terjadi
maka inilah yang akan mewarnai kisah ini
Dalam ketiadaan pelangi,
dalam bengisnya kegelapan dini
dan hanya sang dewi malam lembut membelai
selalu dan selalu menerangi
meski dengan sinarnya nan redup memuai

Saudariku,
Dia masih merangkak dan masih
Dan Sang Waktu tak pernah lelah
Kemudian jaring-jaring takdir mendapatinya dalam gerah
 Segenap raganya luka tergores merah
Namun jiwanya mengamuk marah
Memberontak dengan sejuta dalih
hingga hati nan lembut menjelma noktah darah

saudariku,
Masih dalam ketiadaan yang pias
Muncul cahaya lain seberkas
Menyimpul puing-puing asa yang mulai meranggas
Mencambuk keheningan untuk bergegas
Memberangus kebisuan yang membius
Dan tiada disangka sang surya pun telah kembali bernapas
Meski dalam helaannya terseok menggagas
Dan kelembutan sang dewi malam yang tak pernah pupus

Saudariku,
Pendar-pendar cahaya itu tersimpul kembali menerangi
Dan dia kini melangkah tertatih dengan pasti
Dengan segunung keteguhan dalam hati
Laksana buasnya matahari disiang hari

Saudariku,
Jika memulai dengan mulia dari hati
Maka duri dan kerikil adalah permadani
Kegetiran dan kepahitan rasa hanyalah mimpi
Engkau akan terbangun esok hari
Oleh sinar lembut mentari
Dan dengan kesejukan embun pagi

Saudariku,
Ini bukan sekedar kisah
Jikalau engkau bertanya siapa yang menoreh
Maka dia itu adalah
AKU

Sebuah Kenyataan


Kendari, 20 Maret 2011 jam 18:55
 oleh: Azzahra Azra

Seandainya saja,
Ah, terlalu sesak jikalau harus melafazkan kata itu
Biarlah kumeleleh lelah oleh hembusan sang Bayu,
lirih perih debaran mendesau
Menjelajah gagah kemana arah membawaku
Mengukir tabir aneka mutiara biru
Walau tangan dan kakiku karang lesu
dalam temaram dekapan mesra belenggu..

Kemilau cakrawala terbentang dihadapanku
Terhampar kaku laksana bongkahan beku
Ingin kurengkuh walau dalam sendu
warna-warna pekat semburat pelangi bisu

Nyanyian disenandungkan lidah nan kelu
Sebuah rintihan penghambaan nan semu
Ah, fatamorgana yang angkuh, hanya debu!
Sebuah petuah tumpah dalam sukmaku

Sementara itu,
Kepakkan sayap camar-camar menderu merdu
Mengejek gulungan ombak yang merayu,
beruntun ganas mendayu-dayu,
menghentak arakkan pasir yang tersapu

Sebuah layar tergelar menawan
Menelusup “Tak cukup kata saja!”