KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta atau PASTY yang berlokasi di Dongkelan, Gedongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta saat ini menjadi tempat tujuan wisata baru bagi wisatawan mancanegara dan domestik, sebagaimana terlihat pada Kamis (20/5/2010). Cari Blog Ini
Beranda
Budaya
(10)
Cerpen
(2)
Drama
(1)
Ekonomi
(5)
Kajian Sastra
(1)
Kelautan dan Perikanan
(1)
Kesehatan
(1)
Lingkungan
(1)
Novel
(3)
Pariwisata
(3)
Pendidikan
(1)
Pendidkan
(2)
Politik
(2)
Puisi
(1)
Sastra Puisi
(1)
Tradisi Kabanti Wakatobi
(1)
Traveling
(2)
Rabu, 27 Oktober 2010
Jejaring Pelaku Wisata Belum Terlihat
Pertemuan Terakhir dengan Mbah Marijan
Yogyakarta, 27 Oktober 2010
Jumat, 15 Oktober lalu, Tim Mahasiswa S3 KTL FIB Universitas Gajah Mada berkunjung ke rumah Mbah Marijan. Setelah Shalat Jumat berjamaah, di mesjid dekat rumahnya, Mbah Marijan menjelaskan tentang keyakinannya menjaga gunung Merapi.
Dalam perjalanan itu, sebelum kami menemui Mbah Marijan, kami berkeliling menyaksikan bongkahan lahar yang tidak jauh dari rumah Mbah Marijian. Bongkahan lahar letusan Merapi tahun 2006. Rupanya perjalanan itu adalah perjalan terakhir untuk bertemu Mbah Marijan. Wawancara kami lakukan, tetapi Mbah Marijan menjelaskan dengan menggunakan bahasa Jawa. dan Aku Tak mengerti.
Jumat, 15 Oktober lalu, Tim Mahasiswa S3 KTL FIB Universitas Gajah Mada berkunjung ke rumah Mbah Marijan. Setelah Shalat Jumat berjamaah, di mesjid dekat rumahnya, Mbah Marijan menjelaskan tentang keyakinannya menjaga gunung Merapi.
Dalam perjalanan itu, sebelum kami menemui Mbah Marijan, kami berkeliling menyaksikan bongkahan lahar yang tidak jauh dari rumah Mbah Marijian. Bongkahan lahar letusan Merapi tahun 2006. Rupanya perjalanan itu adalah perjalan terakhir untuk bertemu Mbah Marijan. Wawancara kami lakukan, tetapi Mbah Marijan menjelaskan dengan menggunakan bahasa Jawa. dan Aku Tak mengerti.
Di ruang tamu rumahnya, ia memperlihatkan kesederhanaan hidup seorang manusia. Kepatuhan seorang hamba pada tuhannya. Mbah Marijan adalah tokoh yang perlu ditiru, karena ia tidak pernah mau lari dari tanggung jawabnya, walau ia harus berhadapan dengan fenomena alam yang belum tentu ia dapat atasi.
Keyakinannya sebagai juru kunci Merapi telah membawanya, kepada sebuah tanggung jawab yang diembannya. Manusia seperti Mbah Marijan adalah manusia langka di tengah manusia Indonesia yang banyak mementingkan diri sendiri dan terpengaruh dengan masalah kehidupan yang serba materialisme.
Mbah Marijan, kini menemui ajalnya dengan tetap bertahan di rumahnya. Ia meninggal dalam keadaan sujud berdoa memanjatkan keselamatan masyarakatnya. Pertemuan kami dengan Mbah Marijan rupanya adalah pertemuan terakhir. dan ketika aku minta izin untuk berfoto kepada Mbah Marijan, ia berkata bahwa jangan, saya bukan artis. Itulah, kenangan pertemuan terakhir kami dengan Mbah Marijan yang tidak diikuti dengan dokumentasi foto.
Selamat jalan Mbah Marijan, pengorbananmu dan kesetiaanmu telah kau torehkan ke mata dunia bahwa masih ada orang yang mau berkorban untuk orang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1. Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama...
-
Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hin...
-
Bagian 1 Tobelo, negeri perompak yang paling ditakuti beberapa abad silam, bagi siapa saja di pesisir Laut B...