Sabtu, 28 Mei 2011 | 14:35 WIB
TEMPO Interaktif, Bantul - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memberi pernyataan mengejutkan. Kata dia, saat ini negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya. Ancaman bahaya tidak datang dari luar negeri, melainkan justru datang dari dalam negeri sendiri.
"Ancaman itu adalah proses penegakan hukum, keadilan, kebenaran. Proses pembangunan demokrasi mengalami kemacetan karena ada saling sandera," kata Mahfud usai pelantikan pengurus Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia di Pyramid Resto, Bantul, Sabtu, 28 Mei 2011.
Ia mencontohkan maksud sandera itu. Kata dia, kalau si A melakukan korupsi besar sulit diselesaikan secara hukum karena si A sudah menyandera si B sebagai orang yang menegakkan hukum. Sementara, si B telah disuap. Ketika si B menyuruh si C hal tersebut juga tidak bisa karena si C juga telah disuap. "Hampir tidak ada kekuatan yang dapat menggunting ini," ujarnya. "Ketika saat ini ada kasus diributkan, pada akhirnya diambangkan.”
Menurut Mahfud, sampai saat ini tidak ada satu pun kasus-kasus besar di Indonesia yang diselesaikan sampai ke ujung-ujungnya. Bahkan, kata Mahfud, semua kasus yang besar "diselingkuhkan" secara politik. Ketika ada kasus besar sudah sangat parah maka dimunculkan lagi kasus baru sehingga kasus lama hilang. "Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa dan negara," ujarnya.
Berdasarkan fakta sejarah dan berdasarkan ajaran agama apa pun, suatu negara yang tidak mampu menegakkan keadilan, "tinggal menunggu waktu untuk hancur."
Ia mencontohkan, Kerajaan Majapahit, Demak, Mataram, di mana kerajaan yang semula jaya tiba-tiba runtuh karena ketidakadilan.
Mahfud juga memberi contoh lain yang terjadi saat ini. Seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, setelah diadili dia berlindung ke banyak orang. Ketika kasus yang melibatkannya tak bisa dielakkan, orang itu mengancam akan membongkar tindak pidana yang dilakukan karena ia mengetahuinya.
"Maka dibutuhkan pemimpin yang bersih untuk memberantas tindakan sandera-menyandera yang menyebabkan negara dalam kondisi bahaya," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
"Ancaman itu adalah proses penegakan hukum, keadilan, kebenaran. Proses pembangunan demokrasi mengalami kemacetan karena ada saling sandera," kata Mahfud usai pelantikan pengurus Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia di Pyramid Resto, Bantul, Sabtu, 28 Mei 2011.
Ia mencontohkan maksud sandera itu. Kata dia, kalau si A melakukan korupsi besar sulit diselesaikan secara hukum karena si A sudah menyandera si B sebagai orang yang menegakkan hukum. Sementara, si B telah disuap. Ketika si B menyuruh si C hal tersebut juga tidak bisa karena si C juga telah disuap. "Hampir tidak ada kekuatan yang dapat menggunting ini," ujarnya. "Ketika saat ini ada kasus diributkan, pada akhirnya diambangkan.”
Menurut Mahfud, sampai saat ini tidak ada satu pun kasus-kasus besar di Indonesia yang diselesaikan sampai ke ujung-ujungnya. Bahkan, kata Mahfud, semua kasus yang besar "diselingkuhkan" secara politik. Ketika ada kasus besar sudah sangat parah maka dimunculkan lagi kasus baru sehingga kasus lama hilang. "Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa dan negara," ujarnya.
Berdasarkan fakta sejarah dan berdasarkan ajaran agama apa pun, suatu negara yang tidak mampu menegakkan keadilan, "tinggal menunggu waktu untuk hancur."
Ia mencontohkan, Kerajaan Majapahit, Demak, Mataram, di mana kerajaan yang semula jaya tiba-tiba runtuh karena ketidakadilan.
Mahfud juga memberi contoh lain yang terjadi saat ini. Seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, setelah diadili dia berlindung ke banyak orang. Ketika kasus yang melibatkannya tak bisa dielakkan, orang itu mengancam akan membongkar tindak pidana yang dilakukan karena ia mengetahuinya.
"Maka dibutuhkan pemimpin yang bersih untuk memberantas tindakan sandera-menyandera yang menyebabkan negara dalam kondisi bahaya," kata dia.
MUH SYAIFULLAH