Sejak pagi Waniense sudah pegi melaut, ia menelusuri karang kampungnya menuju ke arah tenggara. Ia mencari kerang-kerang dan ikan, di tangannya ada seikat tuba, yang siap dipukulnya di atas batu-batu karang. Seperti biasa ia menggunakan tuba itu untuk memenuhi kebutuhan dirinya selama suaminya di rantau. Anak-anaknya sangar senang menjempuntya kalau ia membawa ikan-ikan kecil seperti itu. Ia melihat ibunya dulu yang selalu menemaninya mencari ikan-ikan karang di musim pancaroba seperti ini.
Wanianse tetap berjalan menyusuri karang itu, tiba-tiba di depannya sudah mendarat satu speat boat dan di atasnya sudah ada beberapa petugas pantai yang menodongkan senjata ke arah Wanianse.
"Anda melakukan pengrusakkan terhadap karang?" teriak lelaki itu.
Wanianse langsung bingung, karena selama ini ia melakukan itu sebagai kebiasaan masyarakatnya.
"Saya tidak merusak karang, saya hanya mencari ikan untuk makanan anak-anak saya." jwab Wanianse.
"Pokoknya kami tahan ibu, ini 'kan daerah perlindungan laut yang di zonasi oleh pemerintah daerah Wakatobi, teriak petugas itu. Sementara senjatanya tetap diarahkan kepada Wanianse.
"Siapa namamu? tanya petugas yang lain.
"Wanianse," jawab sambil menetap tiga lelaki di depannya.
"Oh, silahkan kau naik ke Perahu, kau harus di tangkap, dan di bawa ke kantor, kau harus bertemu dengan polisi.
"Jangan pak, pinta Wanianse, kalau saya ke kantor, anak-anak saya mau makan apa? mau tidur sama siapa? Kalian punya gaji, mereka menunggu saya sejak tadi pagi. Mereka menunggu saya di Molii? bagaimana bisa saya harus ikut sama bapak-bapak.
"Tidak, karena ibu telah melanggar, maka ibu harus tetap naik ke perahu agar kami laporkan ke kantor," paksa petugas yang lain.