Sabtu, 18 Juli 2015

DEMOKRASI KAPITAL DAN DAMPAKNYA PADA PEMBANGUNAN Wakatobi: Sebuah Refleksi



Oleh: Sumiman Udu

Timbangi la bhonto timbangi
Te togo nolingka-lingkamo
Renungkanlah la bhonto renungkanlah
Kampung ini sudah mulai miring


               
                Demokrasi merupakan sistem baru yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpinnya. Konsep ini telah melahirkan suatu pemahaman bahwa dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep ini, walaupun tindak menggunakan istilah yang sama dengan model pengangkatan pemimpin di dalam kebudayaan Wakatobi – Buton secara kultural, tetapi sistem ini telah tumbuh jauh sebelum demokrasi berkembang di Eropa dan Amerika. Secara kultural, masyarakat Wakatobi telah mengenal pemilihan yang berlandaskan nilai-nilai budaya yang telah diturunkan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, dimana seorang pemimpin harus mampu memimpin dengan hatinya, jiwanya yang suci dan jujur. Bahkan leluhur kita mengatakan bahwa seorang pemimpin harus memimpin dengan jujur, cerdas, bijaksana dan adil. Oleh karena itu, secara kultural pemimpin di dalam masyarakat Wakatobi dipilih dengan melihat rekam jejak mereka di masyarakat, tanpa ada kampanye, tetapi perjalanan hidup seseorang menjadi catatan masyarakat untuk mengangkat seseorang sebagai pemimpin. Tentunya  yang terpenting adalah bahwa seorang pemimpin harus memiliki visi dan misi pembangunan jangka panjang, menengah dan jangka pendek. Di samping itu, mereka juga harus tetap memperhatikan keselamatan kampung, mulai dari penyakit, kesejahteraan, hingga bagaimana ketenangan dan kedamaian di dalam hidup bermasyarakat. Karena ukuran kinerja pemerintah diukur seberapa besar nilai manfaat yang di dapatkan oleh masyarakat.

Selasa, 07 Juli 2015

Kebudayaan Austronesia sebagai Akar Peradaban Nusantara: Ornamen pada Nekara dan Artefak Perunggu Lainnya

Agus Aris Munandar
Departemen Arkeologi FIB UI

I
Austronesia sebenarnya adalah istilah ciptaan para sarjana ketika mereka harus menjelaskan adanya kebudayaan awal dalam masa prasejarah yang berkembang di kawasan Asia Tenggara. Bukti-bukti adanya kebudayaan masa prasejarah yang mempunyai kemiripan tersebut tersebar di berbagai wilayah di Asia Tenggara daratan, kepulauan Indonesia, Filipina, Taiwan, di pulau-pulau Pasifik hingga kepuluaan Fiji, ke barat bukti-bukti tersebut dapat ditemukan hingga Pulau Madagaskar di pantai timur Afrika.

Kebudayaan Austronesia didukung oleh orang-orang dinamakan saja orang Austronesia, tentunya mereka awalnya menetap di suatu wilayah tertentu sebelum melakukan diaspora ke berbagai wilayah lainnya dalam rentang area yang sangat luas. Para ahli dewasa ini menyatakan bahwa migrasi orang-orang Austronesia kemungkinan terjadi dalam kurun waktu 6000 SM hingga awal tarikh Masehi. Mengenai tempat menetap orang-orang Austronesia pada awalnya, masih menjadi diskusi hangat dari para ahli.

Jumat, 03 Juli 2015

Di Bawah Bayang-Bayang Ode: Sebuah Novel

Novel "Di Bawah Bayang-Bayang Ode" merupakan novel antropologi yang ditulis berdasarkan penelitian bertahun-tahun pada kebudayaan Wakatobi - Buton. Novel ini merupakan rekaman dari dinamika kebudayaan Wakatobi Buton selama ini.

Disajikan dalam kisah cinta dua orang anak Manusia (Amalia Ode) dengan Imam yang penuh dengan lika-liku adat, pelarangan, pelanggaran, hingga sebuah permintaan yang berakhir dengan kehilangan jiwa (Amalia Ode).
Mimpi pertemuan dengan seorang Mahasiswa yang memanggilnya ibu, telah memaksa Amalia Ode untuk tetap mempertahankan cintanya. Ia Bertahan sampai ia melahirkan anaknya. Perkawinannya dengan La Ode Halimu, menyadarkan La Ode Halimu bahwa perkawinan bukan hanya dilandasi oleh adat dan budaya, tetapi harus dilandasi dengan cinta dan kasih sayang. Jabat tangan bukan hanya sebagai ritual, tetapi lebih dari itu.

Patah hati yang menimpa hati seorang lelaki yang memang rapuh, membuat Imam mengalihkan seluruh cintanya untuk menuntut pendidikan sebagai bentuk pemberontakan pada budayanya, budaya yang telah mendiskreditkan dirinya, budaya ode yang masih dianggap sebagai darah biru oleh masyarakat Buton, sementara Imam menyadari bahwa Ode adalah bentuk kreativitas yang diberikan oleh Budaya bagi mereka yang berkarya.

Kehadiran Anastasia yang didik jaih berbeda dengan ibunya Amalia Ode, telah memberikan karakter yang jauh berbeda. Anastasia, perempuan unlimitid telah membuat Anastasia tampil sebagai perempuan yang penuh dengan kebebasa, tetapi selalu bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya. Perempuan yang pasti berbeda dengan perempuan kebanyakan dalam kebudayaanya.

Pertemuannya dengan Dr. Iman dalam sebuah perkuliahan, mengingatkan kembali Imam pada cinta yang selama ini mengubur segala cintanya.

Sebuah kisah cinta yang heroik, perjuangan, penghiantan, kebebasan, keterkungkungan, tersajikan dalam alur cerita cinta. Tentunya, pembaca harus membaca bukunya secara langsung baru dapat merasakan apa yang dialami oleh tokoh-tokoh yang ada dalam novel ini.