Selasa, 09 November 2010

Membangun Wakatobi dari sisi Kultural

  Oleh: Abdul Rahman

Membangun Wakatobi tak boleh lepas dari dasar kultural masyarakatnya. Tradisi bahari yang dilalakoni masyarakatnya (dadi dulu) hingga kini adalah fakta sosial tentang keakraban mereka pada dunia laut. Pemerintah, dalam konteks itu, harus mampu menerjemahkannya secara cerdas dalam ragam program dan kebijakan strategis. ...Diantaranya adalah pelestarian nilai2 budaya bahari. Dan Pak Sumiman Udu telah merintis itu lewat jendela Kabanti. Tapi, masih banyak rimba budaya yang belum terkuak, yang sepatutnya dibelai dengan tangan lembut yang beradab. Untuk itu, diperlukan kajian akademik atau dialog publik untuk menyibak sejuta nilai budaya negeri dan masyarakat bahari Wakatobi. Dengan cara ini dapat diperoleh butir-butir kearifan yang langsung dituturkan oleh pelakunya. Tak ada salahnya, dan bahkan diharuskan, kaum akademisi belajar pada masyarakat umum, sebab merekalah pemilik kebudayaan yang sejatinya.
Kemajuan bagi negeri bahari WAKATOBI tercinta.

Lihat Selengkapnya
22 jam yang lalu · ·

Rabu, 03 November 2010

Add caption
 
Buku Drama, sejarah teori dan penerapannya, merupakan buku dari Cahyaningrum Dewojati yang dibedah kemarin di Aurditorium FIB UGM dengan Mas Heru (Teater Gandring) sebagai pembahasnya. Sementara buku Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia di Bahas oleh Sastrawan Eva Idawati yang juga sangat antusias dalam membahas kedua buku tersebut.
Dalam tanggapannya,Mas Heru menjelaskan bahwa "Sebagai Praktisi, buku ini hadir sebagai pengisi kesepian dalam proses kreatifnya. Kalau selama ini ia bekerja dan bekerja terus menerus, maka buku ini hadir sebagai ruang diskusi dalam prioses penciptaan selanjutnya. Tentunya buku ini, sangat penting untuk dimiliki oleh Mahasiswa, dosen, praktisi dan kritikus tentang drama. Buku ini dapat membantu dalam pelatihan dalan pengajaran drama.

Sementara buku "Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia" merupakan buku yang membicarakan tentang dunia remaja yang hidup dalam imaji masyarakat Indonesia. Buku ini sangat pantas dibaca untuk mengetahui tgentang dunia yang dimiliki oleh remaja kita. Mba Evi, menekankan bahwa hedonisme sebagai salah satu bagian dalam proses pertumbuhan kreatifitas tidak ada masalah, tetapi juga harus dipahami bahwa karya-karya itu jangan hanya berhenti pada masalah hedonisme, tetapi harus menjadi solusi dalam kehidupan remaja kita.
Saya kira, kedua buku itu layak untuk di dapatkan oleh sastrawan, dramawan, mahasiswa, dan guru-guru sastra. 
Untuk mendapatkan buku itu, silahkan anda pesa pada email: pusatstudiwakatobi@yahoo.co.id atau kontak person Sumiman Udu (081524813131).
Selain itu, anda juga dapat menikmati keragaman citra perempuan dalam buku "Perempuan dalam Kabanti", karya Sumiman Udu

Selasa, 02 November 2010

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT WAKATOBI DALAM TRADISI LISAN KABANTI[1]








ABSTRAK
Oleh: Sumiman Udu[2]
Setiap daerah memiliki kearifan lokal dalam melindungi berbagai aset mereka. Baik aset sember daya alam maupun aset sosial mereka. Oleh karena itu, penelusuran mengenai kearifan lokal tersebut dapat menjembatani pemikiran pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan daerah di masa yang akan datang. Karena karateristik daerah akan mempengaruhi pemerintah dalam mendekati pembangunan di daerahnya masing-masing.
Penelitian mengenai kearifan lokal masyarakat Wakatobi dalam kabanti ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan etnografi. Sehingga data penelitian ini adalah data lapangan yang disajikan dengan menggunakan sudut pandang masyarakat dalam melihat berbagai konsep kehidupan masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Wakatobi memiliki pandangan yang positif tentang pantai, laut dan hubungan sosial. Masyarakat Wakatobi memandang laut sebagai sumber kehidupan mereka, tempat penyelesaian masalah, tempat mencari hidup dan tempat hidup mereka yang terakhir.  Di samping itu, masyarakat Wakatobi juga memiliki pandangan bahwa hutan adalah suatu yang penting dalam kehidupan mereka. Dan terakhir, adalah bahwa kehidupan masyarakat Wakatobi akan terjaga dengan baik, dimana terdapatnya batas-batas pergaulan yang jelas, antara laki-laki dan perempuan dewasa.
kata kunci: kearifan lokal, kabanti, masyarakat Wakatobi


[1]  Disampaikan dalam seminar Internasional Asosiasi Tradisi Lisan Bekerja Sama dengan Pemerintah Daerah Bangka Belitung, Hotel, 19-22 November 2010
[2]  Dosen FKIP Universitas Haluoleo dan Direktur Pusat Studi Wakatobi