Rabu, 26 Desember 2012

Dari Air Seni ke Sel Otak


Kompas.com 
Minggu, 16 Desember 2012 | 19:40 WIB
Shutterstock Ilustrasi penelitian sel punca
KOMPAS.com - Saat seorang manusia berkemih, akan ada sedikit bagian kulit dari ginjal yang terkikis. Sel dari kulit ini kemudian dikembangkan menjadi sel punca yang nantinya bisa berubah menjadi sel apa pun di tubuh manusia.

Dalam penelitian teranyar, sel ini diubah menjadi neuron atau sel otak. Hasil percobaan ini dilansir dalam jurnal Nature Methods, Minggu (9/12/2012) lalu.

Teknik memanen sel di air seni ini dianggap jauh lebih mudah dibanding di darah. Proses pengambilan sampel juga lebih sederhana pada anak-anak.

"Karena lebih mudah bagi seorang anak untuk memberikan sampel urinnya dibanding menyuruh mereka memberikan darah," kata Marc Lalande, peneliti dari University of Connecticut Health Center, Amerika Serikat.

Dalam penelitian ini disebutkan, tim peneliti dari Cina memanen sel kulit dari ginjal yang secara rutin ada pada air seni manusia. Selanjutnya, sel ini disuntik instruksi genetika baru yang mengubahnya jadi sel otak.

Tidak seperti metode sebelumnya yang menggunakan virus, instruksi genetika ini bersifat sementara. Instruksi genetika ini juga dapat mengubah sel menjadi sel otak tipe apa pun.

Transformasi dari sel ginjal ke sel otak membutuhkan waktu 12 hari. Dalam waktu sebulan, sel telah berubah penuh menjadi sel-sel otak. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mengobati penyakit Parkinson dan Alzheimer.

dikutip dari : http://sains.kompas.com/read/2012/12/16/19400875/Dari.Air.Seni.ke.Sel.Otak
 

Sabtu, 15 Desember 2012

Selamat Jalan Dinda



Oleh: Sumiman

Aku Terpekur dari jauh
Mendengar kau telah pergi untuk selamanya
cita dan mimpi kita untuk membangun kampung
sebagian kau telah bawa menghadap Illahi Rabbi

Selamat Jalan Dinda
Hari-hari bersamamu terlalu panjang untuk kukenang
sejak kita masih kanak-kanak
Kita telah menangis bersama, tertawa bersama
kita menyambut mentari dengan penuh riang
Kita diterpa angin laut banda dengan lembut

Selamat Jalan Dinda
kisah ini terlalu panjang jika kutulis
Jejak kakimu yang mungil saat menjejak jalan menuju sekolah
semua kita lewati dengan penuh harapan
untuk menebus masa depan anak-anak dan kampung kita
tapi kini jalan itu terlalu berat untukmu
kaupun telah mengiringinya dengan tetes air matamu

Selamat Jalan Dinda
Rasanya, cita dan mimpi kita akan terasa berat tanpamu
Karena semua kita mimpikan bersama
Membangun kampung

Kami hanya tertegun, beban terlalu berat untuk kau bertahan
Kutahu, kau terlalu berat meninggalkan kebersamaan ini
Terlebih pada dua kecil hatimu yang menangis
ketika kau telah pergi untuk selamanya

Selamat tinggal dinda
aku hanya melap air mata ketika kudengar bahwa kau teleh pergi untuk selamanya
aku dari jauh, tinggal berdoa,semoga cita dan impi kita
kau bawa untuk bertemu yang kuasa

selamat tinggal dinda,
jalan ini sudah terlalu berliku untuk kau jejakki lagi
diperhetian yang sebenarnya belum waktunya itu
akhirnya kau tiba juga
sedang kami hanya mampu menatapmu dengan tatapan hampa
sementara cita dan mimpi kita
biar kami yang lanjutkan

Selamat jalan dinda
kau terlalu cepat memilih 09 desember 2012
sebagai hari keberangakatan
selamat jalan dinda,

Yogyakarta, 11 Desember 2012
Mengenang Adindaku (Suhu) yang telah pergi untuk selamanya

Kamis, 06 Desember 2012

Kisah Bunga Mawar dan Pohon Bambu

dikutip dari http://iphincow.wordpress.com
Di sebuah taman, terdapat taman bunga mawar yang sedang berbunga. Mawar-mawar itu mengeluarkan aroma yang sangat harum. Dengan warna-warni yang cantik, banyak orang yang berhenti untuk memuji sang mawar. Tidak sedikit pengunjung taman meluangkan waktu untuk berfoto di depan atau di samping taman mawar. Bunga mawar memang memiliki daya tarik yang menawan, semua orang suka mawar, itulah salah satu lambang cinta.
Sementara itu, di sisi lain taman, ada sekelompok pohon bambu yang tampak membosankan. Dari hari ke hari, bentuk pohon bambu yang begitu saja, tidak ada bunga yang mekar atau aroma wangi yang disukai banyak orang. Tidak ada orang yang memuji pohon bambu. Tidak ada orang yang mau berfoto di samping pohon bambu. Maka tak heran jika pohon bambu selalu cemburu saat melihat taman mawar dikerumuni banyak orang.
“Hai bunga mawar,” ujar sang bambu pada suatu hari. “Tahukah kau, aku selalu ingin sepertimu. Berbunga dengan indah, memiliki aroma yang harum, selalu dipuji cantik dan menjadi saksi cinta manusia yang indah,” lanjut sang bambu dengan nada sedih.
Mawar yang mendengar hal itu tersenyum, “Terima kasih atas pujian dan kejujuranmu, bambu,” ujarnya. “Tapi tahukah kau, aku sebenarnya iri denganmu,”
Sang bambu keheranan, dia tidak tahu apa yang membuat mawar iri dengannya. Tidak ada satupun bagian dari bambu yang lebih indah dari mawar. “Aneh sekali, mengapa kau iri denganku?”
“Tentu saja aku iri denganmu. Coba lihat, kau punya batang yang sangat kuat, saat badai datang, kau tetap bertahan, tidak goyah sedikitpun,” ujar sang mawar. “Sedangkan aku dan teman-temanku, kami sangat rapuh, kena angin sedikit saja, kelopak kami akan lepas, hidup kami sangat singkat,” tambah sang mawar dengan nada sedih.
Bambu baru sadar bahwa dia punya kekuatan. Kekuatan yang dia anggap biasa saja ternyata bisa mengagumkan di mata sang mawar. “Tapi mawar, kamu selalu dicari orang. Kamu selalu menjadi hiasan rumah yang cantik, atau menjadi hiasan rambut para gadis,”
Sang mawar kembali tersenyum, “Kamu benar bambu, aku sering dipakai sebagai hiasan dan dicari orang, tapi tahukah kamu, aku akan layu beberapa hari kemudian, tidak seperti kamu,”
Bambu kembali bingung, “Aku tidak mengerti,”
“Ah bambu..” ujar mawar sambil menggeleng, “Kamu tahu, manusia sering menggunakan dirimu sebagai alat untuk mengalirkan air. Kamu sangat berguna bagi tumbuhan yang lain. Dengan air yang mengalir pada tubuhmu, kamu menghidupkan banyak tanaman,” lanjut sang mawar. “Aku jadi heran, dengan manfaat sebesar itu, seharusnya kamu bahagia, bukan iri padaku,”
Bambu mengangguk, dia baru sadar bahwa selama ini, dia telah bermanfaat untuk tanaman lain. Walaupun pujian itu lebih sering ditujukan untuk mawar, sesungguhnya bambu juga memiliki manfaat yang tidak kalah dengan bunga cantik itu. Sejak percakapan dengan mawar, sang bambu tidak lagi merenungi nasibnya, dia senang mengetahui kekuatan dan manfaat yang bisa diberikan untuk makhluk lain.
Daripada menghabiskan tenaga dengan iri pada orang lain, lebih baik bersyukur atas kemampuan diri sendiri, apalagi jika berguna untuk orang lain.