Memasuki percaturan Global, Wakatobi harusnya memiliki kesiapan SDM yang lebih mampu bersaing dan memiliki keahlian yang lebih profesional. Untuk itu, angka partisipai kasar masyarakat Wakatobi ke Perguruan Tinggi harus ditingkatkan, agar dapat melendekati Korea selatan yang 90% sekurang-kurangnya Amerika Serikat yang 60%. Jika tidak, Wakatobi akan tetap tertinggal sebagaimana Indonesia secara umum. Hal ini sebagaimana dilansir oleh Kompas, tanggal 22 Februari 2011 yang mengatakan bahwa Angka partisipasi kasar (APK) Indonesia ke pendidikan tinggi hanya 18,7 persen. Hal itu berarti pekerjaan rumah pendidikan tinggi di Indonesia masih sangat besar, terutama upaya menciptakan kampus menjadi bernuansa akademik yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.
"Ukuran orang pintar itu sangat sederhana. Jumlah anak-anak yang belajar di perguruan tinggi dibagi dengan anak-anak yang seharusnmya belajar di perguruan tinggi. Ternyata angka partisipasi kasar (APK) Indonesia ke pendidikan tinggi hanya 18,7 persen," kata Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Prof Djoko Santoso, Rabu (23/2/2011), terkait peresmian Pusat Bahasa Mandarin di Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Selasa (22/2/2011) kemarin.
Ia mengatakan, jumlah mahasiswa Indonesia 4,6 juta, sementara anak usia yang harus belajar di perguruan tinggi mencapai 25 juta. Jika dibandingkan APK negara maju yang mencapai 40 persen, Indonesia harus bekerja keras untuk mencapai angka itu. Amerika Serikat misalnya, memiliki APK 60 persen dan tertinggi Korea Selatan yang mencapai angka 90 persen.
Untuk itu, Pembangunan Wakatobi seharusnya mampu melebihi APK Indonesia di perguruan tinggi, tetapi ini hanya dapat dilakukan apabila pemerintah daerah memiliki data tentang jumlah generasi muda yang memiliki umur untuk ikut kuliah diperguruan tinggi. Selain itu, saatnya Pemerintah kabupaten Waktobi (bupati terpilih) untuk mengambil kebijakan menganggarkan pendidikan di perguruan tinggi dengan dana APBD di atas 10 milyar pertahun.
Ini Memang perlu keberanian untuk mengejar Korea Selatan dan Amerika, karena secara potensial masyarakat Wakatobi atau anak-anak Wakatobi, memiliki keinginan untuk kuliah, hanya saja mereka mengalami kendala biaya.
"Ukuran orang pintar itu sangat sederhana. Jumlah anak-anak yang belajar di perguruan tinggi dibagi dengan anak-anak yang seharusnmya belajar di perguruan tinggi. Ternyata angka partisipasi kasar (APK) Indonesia ke pendidikan tinggi hanya 18,7 persen," kata Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Prof Djoko Santoso, Rabu (23/2/2011), terkait peresmian Pusat Bahasa Mandarin di Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Selasa (22/2/2011) kemarin.
Ia mengatakan, jumlah mahasiswa Indonesia 4,6 juta, sementara anak usia yang harus belajar di perguruan tinggi mencapai 25 juta. Jika dibandingkan APK negara maju yang mencapai 40 persen, Indonesia harus bekerja keras untuk mencapai angka itu. Amerika Serikat misalnya, memiliki APK 60 persen dan tertinggi Korea Selatan yang mencapai angka 90 persen.
Untuk itu, Pembangunan Wakatobi seharusnya mampu melebihi APK Indonesia di perguruan tinggi, tetapi ini hanya dapat dilakukan apabila pemerintah daerah memiliki data tentang jumlah generasi muda yang memiliki umur untuk ikut kuliah diperguruan tinggi. Selain itu, saatnya Pemerintah kabupaten Waktobi (bupati terpilih) untuk mengambil kebijakan menganggarkan pendidikan di perguruan tinggi dengan dana APBD di atas 10 milyar pertahun.
Ini Memang perlu keberanian untuk mengejar Korea Selatan dan Amerika, karena secara potensial masyarakat Wakatobi atau anak-anak Wakatobi, memiliki keinginan untuk kuliah, hanya saja mereka mengalami kendala biaya.