Minggu, 30 Januari 2011

Sebuah Tangis Untuk Negeri

  Oleh:
30 Januari jam 23:14


Baru saja aku melintasi bebatuan itu
kau menatapku, sudut mata yang penuh curiga
sebab hampir koyak selangkanganku

anak-anak desa tertawa, di rumah,
ibu menangis, sebab besok mau makan apa?
sementara televisi tetap menyajikan iklan
dibalik berita-berita yang tak tentu arah

berebut payudara yang telah usang
karena semua masih minta di susui
dari desa sampai kota,
dari simiskin di kolom jembatan tanpa rumah
sampai si kuasa di istana

banjir, gunung api, gelombang, angin bernyanyi
tapi kita tetap tuli juga

sementara gedung-gedung rakyat
dipenuhi dengan kecoak
yang memang butuh racun

dan terikan anak-anak kampung yang lenyap sunyi malam
sementara gongong srigala dan anjiang liar
baru terdengar di dunia maya
menembus batas negara,
menembus batas budaya

ibu, air mata anak-anak kampung itu
sudah hampir kering,
sebab susu tidak dapat lagi terbeli
sebab tangan tidak dapat lagi bekerja

walau kami harus memilih,
tetapi kami tidak bisa sebab dunia terlalu sulit
di balik awan kebohongan

air mata itu mengalir lagi
hingga darah mengalir ke jalan-jalan
dan mengucap
hentikan kebohongan ini.....

Tidak ada komentar: