Langsung ke konten utama

Wakatobi: Memahami Kembali Kebudayaan kita

Sumiman Udu 05 Februari jam 21:32
5 Feb 2011

Menghadapi beberapa minggu ke depan yang tidak menentu, dimana masyarakat Wakatobi akan menentukan pemimpinnya di masa depan, maka diperlukan suatu perenungan tentang esensi kebudayaan Wakatobi. Kebudayaan yang telah menjadi identitas masyarakat Wakatobi.
Masyarakat Wakatobi sebagai salah satu wilayah barata dalam Kesultanan Buton, tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang mendukung pengembangan Wakatobi di masa depan. Dalam hubungannya dengan itu, Wakatobi memiliki konsep Kangkilo/kabusa yaitu konsep dasar peletakan identitas islam yang dimodifikasi dalam kebudayaan buton.
Dalam kontes itu, masyarakat Wakatobi memiliki konsep kesucian lahir dan batin. suci niat dan suci tubuh sehingga segala langkah dan perbuatan kita berada dalam ranah kesucian (keilahian). Suci niat artinya, jangan pernah berpikir untuk merusak atau merugikan orang lain, misalnya mengambil hak orang lain, mengecewakan orang lain, dan segala hal yang merusak niat kita, mengotorinya. Karena niat yang dibentuk oleh pikiran dan jiwa manusia senantiasa di jaga pada posisi netral, (fitrah). sedangkan suci fisik (tubuh) senantiasa masyarakat Wakatobi harus menjaga dua hal, pertama adalah menjaga berbagai hal yang akan masuk ke dalam tubuhnya, (makan, minum) apakah halal atau tidak? suci atau tidak, dan kedua, apakah yang dia lakukan atau berikan baik dalam bentuk kata-kata juga suci atau tidak? apakah merusak atau mengganggu manusia dan alam atau tidak? sesuai dengan anjuran Ilahi atau tidak?
Ini merupakan landasan kebudayaan Buton yang dibutuhkan untuk menghadapi masa-masa yang tidak menentu di Wakatobi beberapa minggu ke depan. Sehubungan dengan itu, masyarakat Wakatobi sudah saatnya untuk merenungi kembali, apakah masyarakat Wakatobi menginginkan seorang tokoh yang dapat menjaga kebudayaannya, sehingga dalam berpolitikpun harus memperhatikan aspek-aspek niat dan tingkah laku dari calon bupati dan wakil bupati di masa depan, karena itu, akan banyak berpangaruh dalam masa depan pembangunan Wakatobi lima tahun ke depan.
Oleh karena itu, diharapkan masyarakat Wakatobi juga harus menggunakan kriteria budaya dalam memilih calon bupati dan wakil bupati di masa depan. Apakah selama perjalanan seorang calon, penuh dengan nilai-nilai budaya? Apakah pemikiran dan tingkah laku calon bupati dan Wakil bupati telah memenuhi standar dasar budaya masyarakat wakatobi?
Tentunya, tidak ada calon yang sesuci nabi, karena mereka manusia, tetapi jika masyarakat wakatobi mau menjadikan Wakatobi menjadi salah satu negeri yang diperhitungkan di dunia Internasional, maka indikatior dasar kebudayaaan itu harus diperhitungkan dalam pemilihan di masa depan.
Apakah calon bupati itu, masih mementingkan harta? Jika mereka masih terlalu cinta pada harta, maka itu adalah pemimpin itu pasti serakah. Jika mementingka diri dan keluarganya? maka pasti akan korupsi, jika mementingka kampung halamannya? maka ia pasti nepotisme dan jika mereka sudah mementingka hukum? maka akan ada keadilana, dan jika mereka mementingkan agamanya? maka akan melahirkan kedamaian, kesejahteraan, karena Islam adalah rahmatan lilalamin.
Kiranya, nilai-nilai kesucian merupakan indikaator dalam memutuskan siapa yang akan menjadi pemimpin Wakatobi di masa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.