Anak-Anak Bajo yang berangkat ke Sekolah |
Berangkat dari pemikiran di atas,
maka Indonesia sebagai bangsa yang besar, memiliki mimpi yang besar pula,
hendaknya melakukan upaya untuk meningkatkan karakter bangsa dengan merubah
sistem literasinya. Rendahnya minat baca, mulai dari siswa, guru, mahasiswa dan
dosen pun memiliki tingkat minat baca yang rendah. Posisi inilah kemudian yang
menjadikan Indonesia menduduki posisi literasi nomor 60 dari 61 negara yang
diteliti. Ini tentunya akan berdampak pada tingkat karakter budaya bangsa, baik
di lingkungan akademis, maupun lingkungan masyarakat, termasuk di dalam dunia
politik kita.
Seminar nasional ini, merupakan
ruang refleksi secara akademis untuk melihat, bagaimana budaya literasi dalam
kehidupan kita sebagai bangsa, termasuk di dalam lingkup akademis. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kualitas literasi maka diperlukan kebijakan untuk
menghidupkan budaya literasi, mulai dari lingkup keluarga, sekolah dan
masyarakat. Sementara pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan hendaknya
mendukung gerakan literasi dengan dukungan kebijakan dan dana, sehingga
tercipta ruang-ruang literasi, mulai dari desa, hingga ke kota-kota besar,
sehingga masyarakat tidak memiliki alasan untuk tidak membaca.
Di sisi yang lain, sastra sebagai
ranah kebudayaan yang memanfaatkan bahasa, hendaknya dapat menjadi media
pembangunan kebudayaan, yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Menang tanpa membaca sastra, orang tidak akan
kelaparan, tetapi jika bangsa ini kehilangan sastra, maka kita semua akan
memiliki karakter yang bringas. Untuk itu, dalam rangka menunjang harapan
pemerintah untuk program revolusi mental, maka aspek literasi, sastra dan
pengajarannya menjadi sangat penting untuk diperbincangkan mulai dari kalangan
akademis, hingga ke ruang-ruang lebih luas, yaitu masyarakat dan pemerintah.
Realitas yang masih
mengesampingkan perpustakaan sebagai pusat peradaban, rupanya harus banyak
belajar dari kebijakan politik Sultan Harus Al Rasyid di Bagdag, beberapa abat
yang lalu, dimana beliau membuat kebijakan pada pembangunan literasi. Melalui Baitul
Hikmah (perpustakaan) Islam yang berkontribusi dalam kemajuan Islam disaat itu,
Harun Al Rasyid membuat kebijakan untuk menjadikan perpustakaan sebagai pusat
penelitian dan berbagai kegiatan akademis. Beliau juga melakukan kebijakan
menerjemahkan semua buku-buku dari berbagai kebudayaan di dunia ke dalam bahasa
Arab. Ini dimaksudkan untuk kemajuan masyarakat Islam yang saat ini berada di
bawah kepemimpinan Bani Abasiyah
Oleh karena itu, melalui seminar
tentang literasi, sastra dan pengajarannya ini, kita dapat belajar dari
berbagai peran literasi, sastra dan masalah pengajarannya, serta implikasinya dalam
pembangunan kebudayaan Indonesia. Kita berharap, Indonesia dapat berada dalam
10 besar sistem literasi di dunia, terutama jika kebijakan literasi kita sudah
mendapatkan dukungan dari semua pihak, termasuk dari pemerintah sebagai pemegang
kebijakan dan pendanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar