Identitas buku
Judul : Di Bawah Bayang-Bayang Ode
Penulis : Sumiman Udu
Penerbit : Seligi Press
Kota Terbit : Pekan Baru
Tahun Terbit : 2015
Cetakan : I
Tebal Buku : 240 hlm.
ISBN : 978-602-9568-02-8
Novel ini mengisahkan tentang dua
anak manusia yaitu Imam dan Amalia Ode, yang terpaksa merelakan cinta
mereka demi adat yang dijunjung tinggi oleh keluarga dan masyarakatnya.
Gelar ‘ode’ yang melekat pada nama Amalia membuatnya tidak berdaya untuk
menentang keinginan ibu dan keluarga besarnya. Sebagai seorang yang
bergelar ‘ode’, Amalia dipaksa menikah dengan sepupunya yang kaya raya
agar anak keturunannya nanti juga mendapatkan gelar ‘ode’ dan
mendapatkan jaminan kesejahteraan.
Amalia
tak kuasa menolak keinginan keluarga setelah ibunya sujud dihadapannya
dan usaha melarikan diri untuk menemui kekasihnya Imam berhasil
digagalkan oleh keluarga calon suaminya yang mempunyai pengaruh yang
sangat besar di kampungnya. Amalia akhirnya pasrah pada nasib terlebih
setelah menyadari dirinya bahwa ia sedang menunggu Anastasia yang
pernah ditemuinya di dalam mimpi.
Imam
yang mengetahui pernikahan Amalia dengan sepupunya tidak mungkin
dihalangi karena dia bukanlah seorang yang bergelar ‘ode’ juga pasrah
menerima nasib. Imam sangat menyadari prinsip keluarganya bahwa gelar
‘ode’ bukanlah sesuatu yang diwariskan melainkan anugrah atas satu
perjuangan yang dilakukan untuk kepentingan negara sebagaimana kakeknya
dahulu mendapatkan gelar tersebut. Imam akhirnya memantapkan diri untuk
melanjutkan studinya hingga meraih gelar doktor dan mengabdi di
Universitas Halu Oleo. Imam bertekad melalui pendidikan dapat
mencerdaskan generasi Wakatobi dari kungkungan adat dan kebiasaan yang
hanya berorientasi menjadi buruh dan pekerja kasar di daerah Maluku.
Keinginan
Imam untuk mengubah pandangan masyarakat akan arti penting pendidikan
bagi generasi muda terlihat dalam diri Anastasia yang cantik dan
enerjik. Anastasia tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan berani walaupun
tidak pernah mengenal ibu kandungnya Amalia Ode. Amalia berpesan pada
ibunya sebelum meninggal dunia, “satu pesanku, ibu. Kalau suatu saat
nanti lahir anakku, jangan sisipkan kata ‘ode’ di namanya. Namai saja ia
Anastasia, nanti sejarahlah yang akan memberikan ‘ode’ itu di depan
namanya, kalau memang itu perlu…”
Kisah
di dalam Novel Di Bawah Bayang-Bayang Ode ini meninggalkan bekas di
hati pembaca yang terkoyak-koyak karena cinta yang kandas dari sepasang
anak manusia ini berakhir dengan kematian. Kedua insan ini menjalani
nasib dan penderitaan masing-masing. Kesedihan yang mendalam dan
kepasrahan dari tokoh Imam yang tidak pernah menikah ini sangat teresapi
ketika cerita diakhiri oleh pengarang dengan sekuen peristiwa
berpulangnya Imam menghadap Illahi. Imam yang mengidap kanker dilepas
oleh Anastasia yang tidak mengetahui bahwa dosen kesayangannya itu
adalah ayah kandungnya sendiri.
Novel
ini tidak hanya bercerita tentang penderitaan manusia karena cinta
terlarang namun juga penderitaan masyarakatnya karena belum bisa
terbebas dari adat istiadat yang membelenggu pemikiran mereka untuk
mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih layak. Dalam novel ini,
gambaran mengenai adat istiadat masyarakat Buton disampaikan dengan baik
oleh pengarang melalui kosa kata dan istilah dalam bahasa Buton.
Penambahan kosa kata dan istilah bahasa Buton dalam novel ini juga dapat
menambah wawasan pembaca akan adat istiadat masyarakat Buton. Demikian
juga dengan pemikiran-pemikiran pengarang untuk perbaikan masyarakatnya
dituturkan dengan lugas dan tajam oleh pengarang yang nota bene orang
Buton. Dari dalam novel terbaca bahwa pengarang sangat mengenal
daerahnya dan mempunyai visi dan misi yang jelas untuk membangun
generasi muda melalui pendidikan.
Novel
yang sarat dengan gejolak pemikiran pengarang untuk kemajuan anak
bangsa tidak terasa berat dibaca karena dikemas dengan apik oleh
pengarangnya terlebih penggambaran keelokan Wakatobi yang dipromosikan
beberapa tahun belakangan ini dapat dinikmati melalui novel ini terutama
bagi yang belum berkesempatan berkunjung ke sana.
Riwayat Peresensi
RIMA
DEVI lahir di Bukittinggi pada 16 April 1972. Setelah menyelesaikan
pendidikan tingkat SMA di kota kelahirannya, pada tahun 1992 bertolak ke
Jatinangor melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Padjadjaran
mengambil Jurusan Sastra Jepang. Sejak lulus S1 pada tahun 1997, bekerja
pada perusahaan Jepang PT. Matsushita Kotobuki Electronics Indonesia di
Cibitung Bekasi sebagai interpreter.
Pada
2003 pulang ke kampung halaman dan mengabdi di Universitas Andalas
hingga sekarang sebagai dosen tetap Prodi Sastra Jepang. Kecintaan akan
sastra dan budaya memantapkannya pada 2010 menyelesaikan studi S2 pada
Program Studi Kajian Wilayah Jepang Universitas Indonesia dengan
kekhususan bidang kesusastraan dan pada 2015 baru saja menyelesaikan
studi S3 pada Program Studi Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia dengan disertasi berjudul Keluarga Jepang
dalam Novel Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita Suushiki, dan Miina No
Koushin Karya Ogawa Yoko.
Sejak
memperoleh gelar master hingga sekarang aktif meneliti mengenai
kesusastraan terutama sastra Jepang dan menjadi pembicara pada seminar
nasional dan internasional.
Baca Juga
Kabanti Ajonga Yinda Malusa: ‘Mutiara Berkilau’ dari Buton untuk Indonesia"
4 komentar:
Dimana bisa saya dapatkan novel ini? Apa masih dicetak? Terima kasih.
bisa dipesan melalui pos atau hubungi 081245935975, maaf baru membalas tulisan ini
Terima kasih infonya mas
Kalau pesan novel ini, bisa kontak ke nomor di atas dan kirimkan alamat, lalu akan dikirim melalui pos
Posting Komentar