Langsung ke konten utama

Buton: Seminar Internasional Melayu Serumpun

Oleh: Sumiman Udu


Seminar Internasional Serumpun Melayu yang akan berlangsung 8 – 9 Juni 2011 di Universitas Hasanuddin Makassar kerjasama Unhas Indonesia dengan UKM Malaysia telah menyeleksi beberapa abstrak makalah yang akan disampikan dalam seminar internasional tersebut, dan salah satu makalah yang diterima abstraknya adalah makalah yang membicarakan mengenai cerita rakyat buton sebagai ruang pertemuan antara Buton dan Tionghoa. 

Ini merupakan salah satu generasi muda Buton untuk tetap berpartisipasi dalam berbagai kegiatan internasional. Harapannya, bangsa Buton mampu mewujudkan ungkapan leluhurnya, bahwa "Wolio siy, mangkindi-ngkidi, kabongka-bongkana dunia". Tentunya, ungkapan itu, merupakan ruang untuk memotivasi anak-anak Buton untuk tetap bangga sebagai anak Buton, yang bangga terhadap daerahnya sendiri, namun Kembanggaan itu harus tetap didukung oleh langkah nyata masyarakat Buton khsuusnya generasi mudanya, untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang bersifat lokal genis yang ada di dalam masyarakat Buton, sehingga budaya Buton tidak hanya dikenal dan dibanggakan oleh generasinya, tetapi dapat menjadi salah satu alternatif pilihan dalam penataan kebudayaan dunia.

Misalnya, saja, ketika cirita rakyat buton menceritakan tentang betena tombula, maka secara tidak langsung, kita diingatkan pada perjalanan sejarah kemanusiaan di Nusantara, bahwa pada suatu masa, masyarakat kerajaan-kerajaan di Nusatara, selalu menggunakan bambu sebagai sumber legitimasi bagi pemimpinnya, misalnya, sawerigading, hikayat pasai, hikayat negeri buton, dan mungkin juga beberapa kerajaan lain di Nusatara.

Sumber-sumber legitimasi sosial dari benda-benda di sekitarnya seperti itu, menurut Aguste Comte, merupakan fase pertama atau awal dalam peradaban manusia. Lalu kemudian manusia memasuki fase kedua, yaitu fase abstraksi, dimana manusia mulai mengenal apa yang kemudian manusia mengenalnya sebagai tuhan. Maka peradaban manusia  kembali kepada kekuatan di luar dirinya. dua fase perjalanan manusia ini, kita masih temukan di dalam bangsa buton. Lahirlah tokoh-tokoh sufisme yang banyak tumbuh di negeri Buton.

Tetapi ketika dunia memasuki masa, dimana Comte menyebutnya sebagai masa ilmu pengetahuan, maka anak-anak buton tetap berkutat pada dua fase kehidupan manusia tersebut. Akibatnya, mereka masih tetap romantisme dengan masa dimana anak-anak buton masih memiliki dan meraihnya. Masa keemasan bangsa-bangsa di dunia, tetapi tidak untuk Bangsa Buton, yaitu fase Ilmu pengetahuan dan teknologi.

pada hal, Buton memiliki potensi kekayaan intelektual yang diwariskan oleh leluhur mereka, tetapi karena ruang pemahaman tidak terbangun, tetapi hanya ego akibat romantisme dan traumatisme, maka saaat ini anak-anak buton, lebih cenderung untuk marah. padahal marah merupakan, ruang dimana manusia selalu merasa dirugikan, sebagai akibat dari ketidakberdayaan atau kertebatasan seseorang.

Untuk itu, seminar internasional Melayu serumpun ini, seharusnya dapat diikuti oleh anak-anak Buton, karena pertemuan seperti itu merupakan ruang dimana Budaya Buton dapat diperkenalkan kepada masyarakat di luar Buton.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.