Senin, 30 Mei 2011

Wanianse bagian 11

Oleh: Sumiman Udu

Hari berganti minggu, minggu sudah berganti bulan, berganti tahun hingga akhinrya membuat rindu semakin menjadi dalam benak Wanianse. Keberangkatan suaminya ke rantau orang telah membuat hari-harinya berperan ganda, di samping menjadi ibu buat anak-anaknya, juga menjadi kepala keluarga kecilnya. Hari-harinya menjadi lebih pada sebuah ketegaran. Hanya kisah-kisah lamalah yang membuatnya berbahagia disaat menidurkan kedua belah hatinya.
Suatu malam, Wanianse duduk lagi di bawah temaram lampu minyaknya, di ruang tengah rumah gubuknya, ia kembali menidurkan kedua anaknya setelah makan malam. Seperti biasa ia kembali duduk untuk bercerita sambil mengupas ubi kayunya. Di ruang itulah ia selalu menceritakan berbagai kisah kepada kedaua anaknya. Kedua anaknya selalu menunut ibunya untuk bercerita sebagai pengantar tidur.
“Ina, cerita dong, mala mini saya belum mengantuk”, kata La Ijo pada ibunya Wanianse.
“Iya, Ina, ceritakan kita tentang yang bagus”, sambung Wa Leja anaknya.
“Kalian mau mendengarkan apa?” Tanya Wanianse pada kedua anaknya. Sambil tanganya mengupas ubi kayu.
“Kalau menurut saya, ceritakan kita tentang kisah Wa Ode-Ode Sandibula, ucap La Ijo, karena cerita itu sangat baik. Maka berceritalah Wanianse tentang cerita Wa Ode-Ode Sandibula.
Bagaimana, Wanianse apa kau setuju dengan kisah Wa Ode-Ode Sandibula?” Tanya Wanianse pada anak perempuannya.
“Saya belum pernah dengar itu, Ina” saya setuju saja. Maka mulailah Wanianse bercerita. Begini ceritanya Nak.
Wa Ode sandibula adalah anak seekor tikus putih. Tikus putih itu  mempunyai tujuh ekor anak, satu diantaranya  menjadi manusia  dan enam lainnya menjadi tikus. Tikus putih itu melahirkan anak-anaknya di sebuah gua, kebun milik  La Ode. Kebun itu ditanami pohon pisang. Suatu hari La Ode pergi melihat pohon pisangnya. Ternyata buah pisangnya di makan tikus.  Akhirnya ia  pergi ke kebun dan menyelidikinya hingga  di dalam gua. Ketika ia menyelidiki gua  itu, ia mendengar nyanyian  yang bersal dari dalam gua itu. Rupanya suara Bula Putih  yang sedang menyanyikan  Wa Ode Sandibula. Ia menyanyikan syairnya
“Wa Ode-Ode Sandibula, kau berbeda dengan saudara-saudaramu”
Mendengar syair itu, La Ode kemudian berkata  “Ee. Rupanya ada yang menyanyi di dalam  gua. Coba kulihat dulu” ia segera memeriksa gua itu. Tampak olehnya seberkas cahaya dari dalam gua.  Ia lalu mendekati cahaya itu, ternyata yang bercahaya adalah  La Ode Sandibula. Ketika La Ode mendekat semua tikus (saudara Wa Ode Sandibula) berlarian  tinggal seorang anak tikus yang menjadi manusia terbaring sambil menangis. Ketika La Ode mengambil anak itu,  Wa Ode Sandibula  memancarkan cahaya dan cahanya menerangi  isi gua. Ia pun dapat melihat anak itu dengan jelas. Anak tikus (yang jadi manusia) di beri nama Wa Ode Sandibula. Sementara induk Wa Ode terus  bernyanyi menyanyikan Wa Ode Sandibula, syairnya sebagai berikut
                “Wa Ode-Ode Sandibula, kau berbeda dengan saudara-saudaramu”
Saat itulah La Ode mengambil Wa oDe Sandibula dan dibawa ke rumahnya. Anak tikus putih itu kemudian di rawatnya hingga dewasa. Setelah dewasa La Ode mengutarakan maksudnya pada Wa Ode Sandibula. Akan tetapi Wa Ode Sandibula menjawab bahwa bukankah kau yang telah merawatkan hingga besar mengapa engkau mau menikah denganku? Di jawab oleh La Ode,” Ku mohon agar kau mau menikah denganku.” Karena La Ode terus bermohon pada Wa Ode Sandibula akhirnya, ia bersedia dinikahi oleh La Ode.
Setelah  mereka menikah pada saat makan malam, Wa Ode-Ode Sandibula selalu  selalu membagi makanannya dalam tiga bagian sebelum makan. Satu bagian disimpan disampingnya dan yang lainnya untuk mereka. La Ode kemudian bertanya bahwa mengapa Wa Ode-Ode Sandibula membagi makanan dalam tiga porsi? Sedangkan kita hanya berdua. Akan tetapi, dijawab oleh Wa Ode-Ode Sandibula “ Tidak ada apa-apa. Ini persiapan kalau kita kehabisan makanan dan kalau habis kita tinggal ambil.”
Suatuketika mereka makan malam kembali, Wa Ode-Ode Sandibula melakukan hal sama, yaitu setelah makan malam Wa Ode mendorong makanan ke dekat dinding kemudian meninggalkan tempat itu. setelah agak larut malam, makanan itu ternyata dimakan oleh ibunya. Keesokan malamnya, hal itu terjadi lagi. Suatu ketika La Ode melihat seekor tikus putih sedang makan makanan yang disimpan istrinya di dekat dinding. Mengetahui hal itu La Ode kemudian mengambil seekor kucing untuk dipelihara hingga besar. Setelah kucing itu besar, kucing itu mengganggu tikus putih itu makan kemudian menerkamnya. Wa Ode Sandibula menangis sejadi-jadinya ketika mengetahui hal itu. La Ode kemudian bertanya mengapa ia menangis? akan tetapi ia tidak mau menjawab.
   Ia menangis sejadi-jadinya? Ia tidak mau menjawab atau mengatakan  kalau ibunya adalah seekor tikus. Akhirnya La Ode memukul istrinya dengan bambu, La Ode memukul istrinya dengan bambu, bambu kemudian patah,  dipukul dengan kayu, kayunya patah.  Wa Ode kemudian meninggalkan rumahnya.
                Semenjak Wa Ode Sandibula meninggalkan rumahnya. Tidak diketahui lagi dimana rimbanya. Meskipun semua kampung telah didatangi. Setiap kampung yang di datangi  dan dilalui La Ode bertanya pada setiap orang yang dijumpainya. Suatu waktu ia mendatangi sebuah kampung dan bertemu dengan seseorang lalu bertanya “Apakah kalian melihat orang ini sambil menunjukkan fotonya.”
“ Siapa orang ini”, orang  kampung balik bertanya.
“Wa Ode Sandibula”  jawab La Ode.
“ Tidak, jangankan melihatnya, namanya saja baru kami dengar.”             
                Setelah sekian lama La Ode mencarinya, akhirnya ia menemukan di rumah Jamila, di ladang Kamali. Setibanya di loteng Kamali La Ode berteriak apakah ada orang ini atau  pernah mendengar namanya?”
“ Siapa namanya?”
“Wa Ode Sandibula”, kata La Ode.
Orang  yang berada di kamali  menjawab “Ada  kami melihatnya, mungkin yang ada di kamali. ”Pergilah ia ke kamali, setibanya di kamali  ia memanggil, “Apakah ada di sini yang namanya Wa Ode Sandibula.”
“Siapa?’
“Wa Ode Sandibula,” kata  La Ode.
“ Ada”, jawab orang itu
Akhirnya ia  memanggil-manggil, ”Kemarilah  Wa Ode Sandibula, kita pulang ke rumah!”
“ Tidak mau”, kata Wa Ode
“ Mengapa”
“ Tidak, saya meninggalkan rumah karena ibuku meninggal dan penyebabnya kematiannya adalah kau.”
La Ode menjawab, ”Karena setiap  kali saya tanyakan  mengapa kau selalu membagi makanan menjadi tiga bagian? kau selalu merahasiakannya. “Pulanglah! jika kau kembali ke rumah ibumu hidup kembali, ia sudah ada di rumah, ” kata  La Ode.
                Wa Ode Sandibula  bersedia  kembali ke rumahnya. Setibanya di rumah La Ode membunuh kucing itu, maka hiduplah kembali ibu Wa Ode Sandibula. Akhirnya kehidupan keluarga mereka rukun kembali.    
Setelah tertidur kedua anaknya, Wanianse menuntaskan pekerjaannya, ia memarut ubi kayunya dan menjelang tengah malam ia harus turun ke halaman rumahnya untuk mengeringkan kaopinya dengan menindisnya di tempat pengeringan yang disebut Opia yang dibuatnya di batang pohon kelapa. Ia memasangnya dan mengangkat beberapa batu lalu menyimpanya di atas papan yang menindis papan. Setelah semua batu tersimpan di atas papan, maka naiklah ia ke rumahnya untuk beristrahat.
Namun setelah ia berbaring, pikirannya terbayang pada cerita tetangganya yang menceritakan perkawinan antara Kura-Kura dengan Monyet , dimana Monyet berpura-pura menikah dengan kura-kura agar kelak ia akan membunuh si kura-kura karena selama ini selalu mengalahkan monyet.  Maka setelah Kura-kura melamar Monyet, maka monyet menerima tawaran itu, tetapi ia telah juga memikirkan agar membunuh si kura-kura kelak mereka melakukan malam pertama.
Dalam adat mereka, mereka harus menikah dengan pesta yang besar, pesta yang membutuhkan uang yang banyak sekali. Semua rakyat diberi makan. Semunya senang. Maka pernikahan pun dibuat sedemikian meriah. Tujuh hari tujuh malam pernikahan itu dilangsungkan. Menjelang pernikahan itulah Monyet menyiapkan strategi untuk membunuh Kura-kura dengan harapan kelak harta karun dan kerajaan Kura-kura di ambil alihnya.
Maka suatu malam, Monyet memanggil para anak buahnya. “Tikus, tolong beritahu lalat agar mempersiapkan bangkai yang besar, karena sebentar lagi kita akan melakukan rencana jahat kita. Kura-kura setelah peseta pernikahan dan saya resmi menjadi istrinya, maka rencana kita sudah harus dilaksanakan. Sebab kalau tidak, rencana ini akan bocor dan kura-kura akan melakukan serangan kapada si monyet.”
Maka bekerjalah tikus dengan lalat, mereka melakukan konsolidasi untuk kembali menyadarkan anak buahnya untuk tetap menggulingkan kura-kura paska pesta pernikahan. Dalam rencana mereka hanya membutuhkan tiga bulan, Kura-kura sudah harus dijadikan tersangka, dan waktu itu Monyet, lalat dan tikus harus kelihatan selalu membela kepentingan kura-kura. Sementara Kumbou akan selalu mengatur siasat itu denganmelaporkannya kepada singa agar mengadili Kura-kura atas perbuatannya mencuri pisang masyarakat.
Maka setelah pernikahan, usai sudah pesta, Monyet berpura-pura bermesraan dengan kura-kura agar kura-kura lebih percaya bahwa monyet adalah istri yang setia.
“Suamiku, bagaimana kita merencakan keluarga kita, saya akan serahkan pada kakanda seorang, saya akan selalu mendukung seluruh perbuatanmu. Kakanda, yang baik hati, saya tidak menyangka kalau kakak memilih ku sebagai istri”, rayu monyet pada suaminya.
“Istriku, banyak gadis cantik yang kuincar, tetapi pilihanku jatuh padamu, bersyukurlah sayang, karena kau sangat cantik dan kaya”, rayu kura-kura pada istrinya.
Maka berjalanlah pikiran jahat si Monyet pada suaminya. Ia sudah mulai memikirkan untuk membunuh suaminya dengan cara yang halus. “Saya ingin membunuh suamiku, agar saya dapat memiliki seluruh harta dan kekuasaan suamiku, saya akan menjadi raja.
Maka setelah tiga bulan perkawinanannya, Kumbou telah melancarkan serangan atas pencurian yang dilakukan oleh kura-kura. Maka tersebarlah kabar atas pekerjaan kura-kura, hingga akhirnya di dengar oleh Singa. Maka mendadak singa mengutus tim penyelidik untuk meneliti kelakuan Kura-kura, dan penelitian pun dilakukan pada kasus suaminya.
Monyet tetap tenang, tetap mendukung suaminya dalam menghadapi masalah, tetapi singa yang menjadi raja hutan berusaha untuk mengadili kura-kura atas pencurian yang dilakukannya.
Suatu hari, singa memanggil kura-kura untuk menghadiri acara pengadilan, maka pagi itu monyet mengatar suaminya dengan air mata, maka tak lama kemudian, kura-kura terbukti mencuri pisang masyarakat. Lalu dijatuhilah kura-kura hukuman mati oleh Singa. Dan betapa senangnya monyet mendengar berita itu.
Wanianse terbayang pada cerita tentangganya itu, betapa sadisnya monyet yang melakukan rencana busuk di balik sebuah perkawinan.

Tidak ada komentar: