Malam ini aku tak bisa membawa sajak ke kamarku
Karena tadi setelah melewati jalan berdebu, aku melihat
tradisi lisan melayang di antara gedung tinggi, gemerlap lampu
malam, di sudut kafe, di keramaian mall, kokohnya beton,
jalan layang, bisik-bisik matre, dan budaya hedon
Dia melayang seperti cahaya mencari tempat lapang dan memberi
kekuatan pada kebaikan bangsa ini dalam kearifan dunia ketiga
Tapi di pojok-pojok Jakarta, di perbatasan besarnya kota
kiranya cahaya itu masih dapat ditemui walau semu dan penuh
pekat kotoran kota tua
Aku tak ingin bawa sajak ke kamarku. Karena malam ini berbeda
dengan malam kemarin. Dalam kebiasan paradigma ingin
kunikmati malam sendiri walau teman dari timur Nusantara
menggodaku dengan pikirannya yang keras; sekeras cuaca di sana
Urat di pelipisnya terkembang. Kuingat perkataannya:
Dimana karakter bangsa ini bila harus terus diukur oleh bangsa lain?
Hegemoni ini harus kita akhiri!
Aku tertawa saja saat itu. Janganlah kau jual seluruh hartamu
pada dunia yang bertopeng dan menipu, kataku padanya
Dia tercenung. Waspadai perdaya ideologi di balik cahaya negeri
Tradisi lisan adalah berkah atau bumerang, dan takhta tertinggi
adalah kuasai Pertiwi dengan sehalus tipu muslihatnya
Dan budaya adalah jalan paling manis, kawan
Dan kutahu, dadanya menggelegak! --begitupun aku
Jakarta, 120411
Tidak ada komentar:
Posting Komentar