Oleh: Sumiman Udu
Sebuah
memori dan kegelisahan atas negeri Butuni
Kendari,
5 Maret 2008
05:30
Tanah
butuni
Siapakah
kau?
Kaukah
negeri yang terengah-engah itu?
Kaukah
negeri yang hilang itu?
Kaukah
negeri yang tercecer itu?
Kaukah
negeri yang menawan itu?
Ah…
Tanah
butuni
Terlumur
darah dalam sejarah
Yang
dibentang dalam dendam dan rindu
Yang
disulut dalam fitnah
Yang
dilumpuhkan dalam rencana
Negeri
butuni
Beratus
tahun kau hidup dalam hikayat
Beratus
tahun kau lahirkan anak-anakmu dalam falsafah
Beratus
tahun kau kibarkan benderamu
Pertanda
kebesaranmu pada dunia
Pertanda
martabatmu
Tapi,
Adakah
akarmu yang menancap?
Di
kedalaman magmamu?
Adakah
akarmu yang menancap
di ke
dalaman pikir dan
filsafatmu?
Adalah
akarmu yang berdiri
di
atas kangkilo pataangunamu?
Adakah
nilai dan identitas yang berdiri
di
atas adat dan budayamu?
Negeri
butuni
Mengapa
mereka tidak lagi mengenalmu?
Mengapa
mereka tidak merindumu?
Dimana
La Elangimu?
Dimana
Muhamad Idrusmu?
Dimana
Haji Abdul Ganimu?
Dimana
… dimana?
Ataukah
kidung kabanti Sarana Wolio,
Bula Malino dan Anjonga Inda
Malusa
Yang
jadi rohmu
Kini tinggal
prasasti bisu
Negeri
butuni..
Majulah,
rebutlah masa lalumu
Jemputlah
masa depanmu
Nyanyikan
lagi kidung kabanti
Di
setiap resah dan desahmu