Langsung ke konten utama

FGD Penguatan Fungsi Kelembagaan Adat Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan Di Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi



Asisten III Pemerintah kabupaten wakatobi Drs. La Ode Saharumu, tengah sedang membuka FGD

Fokus Group Diskusi (FGD) tentang penguatan fungsi adat untuk mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Kecamatan Wangi-Wangi kabupaten Wakatobi yang dilaksanakan di Resort Wisata Wakatobi telah menghasilkan beberapa kemufakatan, terutama aspek kelembagaan adat kadhia Wanse. Dalam rumusan yang disepakati sementara menghasilkan beberapa hal, yaitu sara kadhia Wanse memiliki struktur yang inklud di dalamnya ada sara desa dan sara hukumu.
Dalam struktur sara kadhia Wanse ada miantu’u agama yang kemudian berfungsi sebagai (1) pembuatan legislasi aturan adat yang ada di wilayah kadhia Wanse, (2) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan hukum sara yang dikerjakan oleh sara hukumu dan sara nudesa (sara desa), (3) melakukan pendidikan kepada sara-sara ditingkat desa dan sara hukumu mengenai nilai-nilai dan tatacara hukum adat yang ada di dalam wilayah kadhia Wanse.
Dalam sesi diskusi yang dihadiri oleh sara kadhia Wanse, sara hukumu dan sara desa, serta seluruh kepala desa dan lurah di wilayah kadhia Wanse yang saat ini menjadi wilayah kecamatan Wangi-Wangi sempat memanas, tetapi masih dalam ruang tradisi gau. Dimana setiap orang berhak untuk mengemukakan seluruh pengetahuan yang dimilikinya sehubungan dengan permasalahan adat kadhia Wanse, sara hukumu dan sara desa. Namun setelah semua prespesitf dikemukakan, maka fikus diskusi diarahkan kepada tahapan kedua empat pintu tanah Buton yaitu pombala. Dalam tradisi Buton pombala merupakan proses pemilahan masalah untuk memecahkan akar masalah sara kadhia Wanse. Maka pada tahapan ini, masalah utama ditemukan, terutama masalah fungsi dan kewenangan kadhia Wanse serta fungsi koordinasinya dengan sara hukumu, dan sara desa (kapala kampo dan ketua RT).
Berdasarkan hasil pemecahan masalah, kemudian diskusi melangkah ke pintu tanah Buton yang ketiga, yaitu musyawarah. Pada tahapan musyarawah, hampir semua peserta diskusi setuju dengan pembagian fungsi adat kadhia Wanse dimana karena partisipasi publik dapat dikutsertakan dalam sistem sara kadhia Wanse. Baik sara hukumu maupun sara desa menjadi bagian dari sara kadhia Wanse. Struktur adat ini akan menguatkan kelembagaan adat kadhia Wanse sebagai pembina adat di dalam lingkup kadhia Wanse.
Setelah melalui muswarah mufakat, maka kelembagaan adat itu kemudian disepakati untuk kemudian susun strukturnya, serta fungsi dan peruntukannya dalam rangka pengelolaan nilai-nilai dan budaya masyarakat kadhia Wanse. Hasil mufakat ini kemudian dianggap memberikan solusi alternatif dari masalah sara yang ada di wilayah kadhia Wanse. Harapannya, setelah kelembagaan adat ini selesai dibenahi, maka diharapkan sara kadhia Wanse dapat berparan aktif dalam pembangunan berkelanjutan di wilayah kecamatan Wangi-Wangi kabupaten Wakatobi. Camat Wangi-Wangi La Ode Hadinari mengatakan “Saya selaku kepala wilayah merasa sangat puas, karena diskusi ini dapat memberikan solusi alternatif permasalah sara adat kadhia Wanse yang selama ini muncul di dalam masyarakat.
 Baca Juga: buku nilai-nilai kehidupan masyarakat Buton
Keluarga dalam Novel di Bawah-bayang Ode

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.