Langsung ke konten utama

MEMBEDAH KONSEP TRISAKTI BUNG KARNO

SELAMA DALAM MASA kolonialisme Belanda, bangsa Indonesia berada dalam hegemoni penjajah. Antonio Gramsci menjelaskan bahwa kekuasaan yang menindas berupaya menguasai seluruh keadaan melalui cara yang paling kuat yaitu hegemoni, baik dalam tataran nilai ataupun tindakan. Intelektual dari Italia ini mengungkapkan berbagai contoh hegemoni dalam catatannya ‘Selection from the Prisons Notebooks’ Hegemoni ini bisa mempengaruhi semua aspek kehidupan. Bung Karno memiliki gagasan untuk menghadapi gelombang hegemoni dari pihak luar.

Dalam pidatonya menyambut Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1964, Bung Karno mengambil judul “Tahun Vivere Pericoloso” yang antara lain mengungkapkan tiga paradigma besar yang bisa membangkitkan Indonesia menjadi bangsa yang besar baik secara politik maupun ekonomi. Konsep tersebut di sebut Tri Sakti.

Tri sakti yang di maksudkan Bung Karno adalah, Pertama, Berdaulat dalam politik. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bangsa Indonesia pernah dijajah oleh bangsa asing berabad – abad lamanya. Tiga ratus lima puluh tahun dalam kolonialisme Belanda bukanlah waktu yang singkat. Pada kondisi bangsa berada dalam cengkeraman kolonialisme, maka kemerdekaan tidak dimiliki oleh bangsa kita dan pada saat yang sama tidak ada lagi kedaulatan politik karena semua sektor telah diintervensi oleh bangsa lain. Padahal sebuah bangsa memiliki hak untuk mengatur dirinya sendiri. Sehingga Bung Karno menegaskan bahwa kedaulatan politik bangsa Indonesia sudah mutlak untuk diwujudkan dengan menolak segala bentuk intervensi bangsa lain. Bung Karno menyatakan, “Nation building dan character building harus diteruskan sehebat-hebatnya demi menunjang kedaulatan politik kita.”

Ketegasan sebagaimana yang ditunjukkan oleh bapak Proklamator di atas sejalan dengan konsep kemerdekaan yang dilontarkan oleh filosof terkemuka dari Jerman, Martin Heidegger, yang menyimpulkan bahwa “manusia sesungguhnya ditakdirkan untuk merdeka.”

Kedua, Berdikari dalam Ekonomi. Bung Karno mengingatkan kita betapa bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) baik di daratan maupun di laut. Akan tetapi kekayaan SDA ini belum membangkitkan ekonomi nasional dikarenakan tingkat ketergantungan terhadap pranata ekonomi asing sangat tinggi. Dengan melihat fakta ini maka Bung Karno mengemukakan bahwa penting sekali bangsa Indonesia untuk berdiri di atas kaki sendiri dalam mengatur perekonomian demi kesejahteraan rakyat. Ketergantungan yang tinggi terhadap ekonomi bangsa lain menurut Bung Karno tidak akan menjamin kesejahteraan rakyat justru sebaliknya berpotensi menimbulkan resesi ekonomi nasional yang berkepanjangan. Apa yang menjadi kekhawatiran Bung Karno terbukti, terutama ketika bangsa Indonesia era Orde Baru mulai berafiliasi dengan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan lain – lainnya, bangsa Indonesia tidak bisa menghindarkan diri dari krisis ekonomi yang dampaknya terasa hingga hari ini.

Ketiga, berkepribadian dalam kebudayaan. Aspek budaya bagi Bung Karno sama pentingnya dengan aspek lainnya. Bangsa Indonesia harus menghormati budaya warisan nenek moyang dan menghargai nilai – nilai luhur kebudayaan di masyaraskat. Karakter dan kepribadiaan budaya Nusantara haruslah di jaga dan dilestarikan. Misalnya budaya gotong royong yang melambangkan kolektifitas sebuah komunitas yang guyub dan berbagai karya budaya yang mewarnai dunia seni. Pemerhati budaya Indonesia terkemuka dari Amerika, Profesor Benedic Anderson banyak sekali mengungkapkan kekayaan budaya Nusantara, seperti budaya Jawa yang kaya akan nilai luhur. Misalnya di katakan bahwa masyarakat Jawa sangat menghargai aturan yang formal. Etika dan aturan yang lahir dari keputusan formal pasti akan dilegitimasi secara kolektif oleh masyarakat. Kandungan budaya seperti ini sangat bagus dalam memperkuat demokrasi karena proses demokratisasi pada beberapa sisi mengandung etika dan nilai – nilai yang formal. Ini membuktikan keyakinan Bung Karno bahwa budaya kita adalah budaya yang luhur dan mendukung kepribadian bangsa Indonesia.

Semangat Tri Sakti di atas penting sekali untuk dicermati terutama dalam menyongsong pesta demokrasi yang akan datang ini. Karena konsep tersebut masih sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia.
http://malangraya.web.id/2009/04/10/membedah-konsep-trisakti-bung-karno/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.