Langsung ke konten utama

Teknologi Informasi Membuat Orang Semakin Individualis

Oleh: Suwandi 
 Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono MA., Dekan FIB UGM, saat memberikan sambutan dalam acara seminar perkembangan ICT dan Perubahan Budaya di Hotel Garuda Yogyakarta, Kamis 14 Maret 2013, sumber foto: suwandi/tembi
Sambutan Dr Pujo Semedi Hargo Yuwono dalam seminar ICT di Hotel Garuda Yogyakarta.

 Teknologi informasi (TI) yang berkembang pesat sekitar satu abad terakhir, sangat berpengaruh terhadap kebudayaan lokal maupun global. Teknologi informasi tersebut berdampak positif dan negatif. 

Dampak positifnya, semua orang yang menggunakan TI mendapatkan akses yang super cepat, membuka peluang bisnis yang luar biasa, menjadi masyarakat dengan teknologi tinggi, serta mendapatkan informasi yang sangat luas. 

Sementara itu, dari sisi negatifnya, dengan perkembangan TI yang pesat menjadikan masyarakat dalam membuat perencanaan menjadi lemah, menjadikan masyarakat lebih konsumtif, dan rentan diekspoitasi. 

Itulah sisi positif dan negatif perkembangan TI secara global. Walaupun dengan perkembangan TI sebenarnya membantu pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan ringan. 

 Demikianlah benang merah pendapat Dr Pujo Semedi Hargo Yuwono MA, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM saat memberi sambutan dan sekaligus membuka acara Seminar Sehari bertema “Perkembangan ICT dan Perubahan Budaya: Menelisik Peran Teknologi Informasi dalam Perubahan Budaya di Indonesia” yang dilaksanakan di Hotel Garuda, Yogyakarta pada Kamis, 14 Maret 2013). Seminar tersebut diselenggarakan oleh Museum Monumen Pers Nasional Surakarta (Ditjen IKP Kemkominfo) dengan Jurusan Arkeologi FIB UGM. 
Dr. Henry Subiakto, Staf Ahli Kemkominfo RI, dalam acara seminar perkembangan ICT dan Perubahan Budaya di Hotel Garuda Yogyakarta, Kamis 14 Maret 2013, sumber foto: suwandi/tembi
Dr Henry Subiakto, Staf Ahli Kemkominfo memaparkan gagasannya di hadapan peserta.

Lebih lanjut, Pembicara I, yaitu Dr Henry Subiakto SH MA, Staf Ahli Menkominfo RI Bidang Komunikasi dan Media Massa, berpendapat bahwa perkembangan teknologi bisa mengubah banyak hal, antara lain: perubahan media, perubahan media bisnis, perubahan perilaku, dan perubahan budaya. 

Sejak sekitar tahun 1400-an, dengan diketemukan printing press, masyarakat mulai mengalami perubahan budaya, setidaknya ketika informasi mulai mudah diperoleh oleh umum. Hal itu berlanjut hingga era mobile media tahun 2000-an. 

Sayangnya, lanjut Henry Subiakto, dengan perkembangan TI yang sangat pesat ini, hubungan kekerabatan yang dekat menjadi jauh, sementara dengan orang lain menjadi dekat. Singkat cerita orang menjadi semakin individualis di dunia nyata. 

Perubahan budaya akibat perkembangan TI, membuat masyarakat sekarang tidak menganggap lagi media sebagai barang elit, karena sudah menyebar ke mana-mana. Selain itu, dampak lainnya adalah semakin maraknya kriminal di dunia internet dan di dunia maya. Juga aliran liberalisme semakin marak dibarengi dengan meningkatnya budaya hipokrit (kerudung dusta). 

Para peserta pada acara seminar perkembangan ICT dan Perubahan Budaya di Hotel Garuda Yogyakarta, Kamis 14 Maret 2013, sumber foto: suwandi/tembiPara peserta pada acara seminar perkembangan ICT dan Perubahan Budaya di Hotel Garuda Yogyakarta, Kamis 14 Maret 2013, sumber foto: suwandi/tembi 

Sementara menurut Drs Djoko Dwianto M Hum, mantan Kepala Dinas Kebudayaan DIY, yang juga pengajar di Jurusan Arkeologi FIB UGM mengatakan bahwa perkembangan teknologi itu memang jelas berpengaruh terhadap perubahan budaya. Namun, perubahan budaya yang hanya di kulit paling luar. Sementara inti paling dalam sulit untuk berubah. 

Dari 7 unsur kebudayaan menurut Koenjtaraningrat, lanjut Djoko, memang teknologi merupakan unsur kebudayaan paling luar, dan itu yang mudah berubah. Sementara sistem kepercayaan, sebagai unsur inti, sulit berubah. 

Pembicara terakhir, Dr Harry Widianto, Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran atau lebih sering disebut Kepala Museum Situs Purba Sangiran, mengatakan bahwa perubahan budaya dipengaruhi oleh akal pikiran manusia. Semakin lama, otak manusia semakin besar kapasitasnya dan itu sangat mempengaruhi pemikiran dan penciptaan benda-benda yang digunakan. 

Pada zaman manusia purba, lanjut Harry Widianto, diketahui otak manusia dengan kapasitas kecil, sulit untuk menciptakan inovasi benda-benda yang digunakan. Dan itu berlangsung hingga jutaan tahun lamanya. Berbeda dengan manusia zaman sekarang, dengan kapasitas otak yang terus bertambah, mengakibatkan inovasi karya ciptaan terus berkembang sangat cepat, hingga sampai tahap perkembangan teknologi yang semakin pesat. 
 Drs. Djoko Dwiyanto, Mantan Kepala Dinas Kebudayaan DIY, dalam acara seminar perkembangan ICT dan Perubahan Budaya di Hotel Garuda Yogyakarta, Kamis 14 Maret 2013, sumber foto: suwandi/tembi
Drs. Djoko Dwiyanto, Mantan Kepala Dinas Kebudayaan DIY, dalam acara seminar perkembangan ICT dan Perubahan Budaya di Hotel Garuda Yogyakarta, Kamis 14 Maret 2013, sumber foto: suwandi/tembi

Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website http://www.tembi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.