Langsung ke konten utama

Tradisi bhanti-bhanti dan pembangunan Pariwisata Wakatobi




Oleh:
Sumiman Udu
Pengatar             
Wakatobi sebagai salah satu daerah destinasi baru di dunia, telah mengundang banyak tamu, baik dalam negeri maupun manca negara. Namun sampai saat ini, pembangunan pariwisata Wakatobi masih tetap terfokus pada pariwisata alam (wisata bawah laut) dan belum mampu menggerakkan masyarakat  banyak. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang, pembangunan pariwisata Wakatobi diharapkan dapat menggerakkan pariwisata budaya sehingga keterlibataan masyaarakat dapat lebih luas.
        Jika melihat potensi wisata budaya di kabupaten Wakatobi, maka terdappat 17 buah benteng yang membentang dari benteng wabuebue di desa waha pulaun Wangi-Wangi, sampai dengan benteng patua dan Hakka di selatan pulau Binongko. Dan mulai dari tradisi balumpa di Binongko sampai tradisi mangania kabuange di pulau Wangi-Wangi. Berbagai jenis masakan tradisional, layang-layang tradisional, permainan tradisional. Semua itu dapat dikemas menjadi kekuatan pariwisata budaya di kabupaten Wakatobi. Tetapi kalau melihat apa yang terjadi di Wakatobi dewasa ini, perencanaan pariwisata masih sangat timpang, karena para konglomerat yang berinvestasi di bidang pariwisata belum melakukan perencanaan dengan hanya mempromosikan dirinya sendiri dan belum ada konektifitas kegiataan pariwisata di masyarakat.
Jika  dilihat dari lama wisatawan di dalam masyarakat Wakatobi, masih sangat pendek jika dibandingkan dengan wisatawan Kamboja yang membutuhkan 6sampai 7 jam di dalam menikmati berbagai panorama wisata. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat Wakatobi dalam pariwisata masih sangaat kecil. Pemerintah belum sepenuhnya mendorong partiwipasi masyarakat dalam bidang ini, sehingga seolah-olah pariwisata Wakatobi masih berjalan sendiri dan masyaarakat berjalan sendiri. Suatu keadaan yang tidak diharapkan tentunya.
Kalau kita melihat beberapa penjual makanan atau wisata kuliner, masyarakat Wakatobi masih sangat jauh dari harapan. Mereka baru mampu menjual gorengan (pisang goreng, kue-kue, ikan bakar, dan saraba) seperti yang ada di pantai Waelumu, dan pasar sore jembatan Wanci, dan oina ntooge Mandati. Makanan itu, masih sangat cocok untuk konsumsi masyarakat lokal. Berbagai acara adat seperti mansa’a dan hebatu kampo belum sambung dengan para wisatawan di industri pariwisata yang ada, sehingga turis pun binggung ketika mereka naik dari laut. Mereka tidak tahu harus menonton apa?
Beberapa serot memang sudah memanfaatkan beberapa sanggar dan pelantun bhanti-bhanti (maestro) La Ode Kamaluddin untuk menghibur para turis, namun itu perlu diarahkan agar turis dapat menikmati keragaman budaya dan beberapa situs benteng yang ada. Pemerintah harus mampu mendorong pariwisata budaya berbasis masyarakat, sehingga ada keterpanggilan masyarakat dalam industri itu. mereka dapat menjadi subjek pembangunan pariwisata Wakatobi.

Tradisi Bhanti-bhanti dan Pembangunan Pariwisata
       Masyarakat beradab dapat dilihat dari bagaimana kekayaan sastra daerah dari suatu peradaban tersebut. Karena sastra daerah tersebut menjadi ukuran ruang imajenis mereka tentang dunia, tentang lingkungan, manusia, sampai dengan tuhan mereka. Melalui sastranya masyaraakat dapat dipahami cara pandang mereka tentang dunia. Melalui sastra mereka, suatu masyarakat dapat merefleksi dan memproyeksi kehidupan mereka. Oleh karena itu, sebagai salah satu identitas masyarakat Wakatobi, tradisi lisan bhanti-bhanti harus mampu diarahkan untuk mendukung pambangunan pariwisata Wakatobi. Melalui tradisi bhanti-bhanti itulah masyarakat Wakatobi menyimpan berbagai ingatan kolektif mereka, merefleksi masa lalu kehidupan mereka, memproyeksi masa depan mereka. Serta melalui tradisi bhanti-bhanti itulah mereka mampu menyimpan berbagai nilai-nilai moral mereka, membentuk tata nilai dalam kehidupan mereka. Sehingga kalau tradisi bhanti-bhanti dapat didorong sebagai salah satu kekuatan pariwisata budaya berbasis seni tradisi, dapat mendorong percepatan partisipasi masyarakat Wakatobi dalam industri pariwisata. Di samping itu, panorama alam Wakatobi akan semakin indah jika ditunjang oleh wisata budaya.
                Di sisi yang lain, pementasan tradisi lisan bhanti-bhanti merupakan bagian kegiatan tradisi yang sampai saat ini masih tumbuh dan berkembang di dalam masyaraka Wakatobi. Masyarakat masih menyenangi  tradisi  bhanti-bhanti, namun sampai saat ini, kekuatan kultural ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam mendorong partisipasi masyarakat  dan mendorong ekonomi kreatif di Wakatobi. Untuk itu, diperlukan strategi pementasan tradisi bhanti-bhanti sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan pasar pariwisata  tanpa harus merusak esensi dari tradisi tersebut.
                Melalui tradisi bhanti-bhanti seorang wisatawan dapat memahami pikiran dan perasaan masyarakat lokal, dan melalui tradisi bhanti-bhanti juga dapat memahami pikiran dan perasaan para wisatawan, karena dalam tradisi bhanti-bhanti juga ada tradisi poбanti (berpantun saling berbalasan), sehingga kalau kita melihat pada keberadaan tradisi bhanti-bhanti di dalam masyarakat Wakatobi, maka bhanti-bhanti merupakan media komunikasi kultural yang efektif, termasuk di dalamnya adalah dalam memediasi proses akulturasi budaya dalam ranah pariwisata Wakatobi. Dimana melalui tradisi bhanti-bhanti budaya lokal dan global yang di bawah oleh tamu dapat saling bersinergi dalam mewujudkan akulturasi budaya yang saling menguntungkan. Karena para turis dapat belajar dari masyarakat dan masyarakat dapat belajar dari para turis.
Beberapa nilai-nilai lokal yang dapat dipelajari turis dari bhanti-bhanti adalah bagaimana masyarakat Wakatobi mampu mendialogkan masalah dengan terbuka, tanpa harus minder terhadap lawan bicara, nilai-nilai dasar Wakatobi terutama dalam melakukan kontrol terhadap pemerintah, misalnya dalam teks /La Bonto patoro la bonto/, “la bonto, tegakkan keadilan la bonto” /tetogo nolingka-lingkamo/ “kampung sudah hampir miring”. Ini menunjukan media kritik yang ada di dalam tradisi bhanti-bhanti Wakatobi. Sementara masyarakat dapat saja mempelajari nilai-nilai positif yang dibawa oleh turis, misalnya nilai-nilai kesadaran akan kebersihan lingkungan, jangan membuang sampah sembarangan.
Semua itu,dapat menjadikan tradisi bhanti-bhanti sebagai salah satu kekuatan pariwisata Wakatobi, baik sebagai media hiburan, maupun sebagai media pembelajaran dalam proses akulturasi budaya di Wakatobi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.