Langsung ke konten utama

REFLEKSI UNTUK NEGERI

Oleh:
Chye Retty Isnendes Raksapradja

Malam ini aku tak bisa membawa sajak ke kamarku
Karena tadi setelah melewati jalan berdebu, aku melihat
tradisi lisan melayang di antara gedung tinggi, gemerlap lampu
malam, di sudut kafe, di keramaian mall, kokohnya beton,
jalan layang, bisik-bisik matre, dan budaya hedon

Dia melayang seperti cahaya mencari tempat lapang dan memberi
kekuatan pada kebaikan bangsa ini dalam kearifan dunia ketiga
Tapi di pojok-pojok Jakarta, di perbatasan besarnya kota
kiranya cahaya itu masih dapat ditemui walau semu dan penuh
pekat kotoran kota tua

Aku tak ingin bawa sajak ke kamarku. Karena malam ini berbeda
dengan malam kemarin. Dalam kebiasan paradigma ingin
kunikmati malam sendiri walau teman dari timur Nusantara
menggodaku dengan pikirannya yang keras; sekeras cuaca di sana
Urat di pelipisnya terkembang. Kuingat perkataannya:
Dimana karakter bangsa ini bila harus terus diukur oleh bangsa lain?
Hegemoni ini harus kita akhiri!

Aku tertawa saja saat itu. Janganlah kau jual seluruh hartamu
pada dunia yang bertopeng dan menipu, kataku padanya
Dia tercenung. Waspadai  perdaya ideologi di balik cahaya negeri
Tradisi lisan adalah berkah atau bumerang, dan takhta tertinggi
adalah kuasai Pertiwi dengan sehalus tipu muslihatnya
Dan budaya adalah jalan paling manis, kawan
Dan kutahu, dadanya menggelegak! --begitupun aku

Jakarta, 120411

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.