Langsung ke konten utama

Film Suku Bajo Raih Penghargaan

oleh:
Jodhi Yudono | Rabu, 27 April 2011 | 04:26 WIB

 
gadogado.exblog.jp
Film The Mirror Never Lies
JAKARTA, KOMPAS.com--Film "The Mirror Never Lies" yang mengangkat kisah Suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, meraih penghargaan Honorable Mention dari Global Film Initiative.
Film yang dibintangi anak suku Bajo itu dirilis perdana di Studio XXI FX Plaza, Jakarta, Selasa, antara lain dihadiri Nadine Chandrawinata dan Garin Nugroho selaku produser, Kamila Andini sang sutradara, dan para pemain.
Penghargaan Honorable Mention diperoleh pada 14 April 2011 berdasarkan kriteria penyajian artistik, alur cerita, dan perspektif budaya dalam kehidupan sehari-hari.
Film tersebut merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Wakatobi, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, dan SET Film Workshop.
"Ide film ini terinspirasi dari keadaan laut kita dan saya juga sebagai salah satu pencinta laut ingin mengangkat tentang kebudayaan Suku Bajo," kata sang sutradara, Kamila Andini.
Menurut Kamila Andini yang akrab disapa Dini itu, film "The Mirror Never Lies" merupakan film layar lebar pertama yang disutradarainya. Sebelumnya ia sudah menghasilkan berbagai karya berupa video klip dan FTV.
Film yang dibintangi Atiqah Hasiholan, Reza Rahadian, dan tiga anak suku Bajo Wakatobi, Gita Novalista, Eko, serta Zainal membutuhkan waktu lebih dua tahun untuk penyelesaiannya.
"Butuh lebih dua tahun proses pembuatannya karena banyak keputusan yang diambil dan harus melakukan riset, sedangkan dokumentasi tentang Suku Bajo sangat sulit didapat. Selain itu proses syuting juga terkendala cuaca," katanya.
Ia mengemukakan, film tersebut bukan film dokumenter namun merupakan film keluarga yang mengangkat kearifan lokal Suku Bajo melalui kehidupan sehari-hari dan budayanya.
Film tersebut rencananya tayang perdana di berbagai bioskop di lima kota termasuk nonton bersama masyarakat di Wakatobi.
Selain itu, sudah ada beberapa negara yang memesan untuk penayangan film itu di antaranya Australia, India, Hongkong, dan Malaysia.
Direktur Marketing dan Komunikasi WWF-Indonesia, Devy Suradji, mengharapkan, melalui "The Mirror Never Lies" semakin banyak pihak memberi perhatian lebih untuk menjaga kekayaan hayati di kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia itu.
"Ini merupkan film WWF pertama yang bukan dokumenter, alasan mengangkat Suku Bajo di Wakatobi karena mereka yang paling siap meskipun sebenarnya WWF ingin mengangkat semua kebudayaan dan kekayaan hayati di daerah lainnya," kata Devy.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUNGKAP KETOKOHAN MUHAMMAD IDRUS

 Oleh Dr. La Niampe, M.Hum [2] 1.       Siapakah Muhammad Idrus itu? Muhammad Idrus adalah Putra Sultan Buton ke-27 bernama La Badaru (1799-1823). Ia diperkirakan lahir pada akhir abad ke-18. Dilihat dari silsilah keturunannya, Beliau termasuk keturunan ke-16 dari raja Sipanjonga; raja Liya dari tanah Melayu yang pernah berimigrasi ke negeri Buton (lihat silsilah pada lampiran). Dalam naskah ”SILSILAH RAJA-RAJA BUTON” Muhammad Idrus memiliki 33 orang istri dan dikaruniai anak berjumlah 97 orang, dua orang di antaranya terpilih menjadi Sultan Buton, yaitu Muhammad Isa sebagai Sultan Buton ke-31 (1851-1861) dan Muhammad Salih sebagai Sultan Buton ke-32 (1861-1886). 2. Nama dan Gelar             Muhammad Idrus adalah nama lengkapnya. Selain itu ia juga memiliki cukup banyak tambahan atau gelaran sebagai berikut: a.       La Ode La Ode adalah gelaran bangsaw...

Buku Tembaga dan Harta karun Wa Ode Wau dalam Pelayaran Tradisional Buton

Oleh: Sumiman Udu Dalam suatu diskusi dengan teman-teman di beberapa jejaring sosial, banyak yang membicarakan tentang harta karun Wa Ode Wau. Dimana sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa harta itu masih milyaran Gulden, dan ada yang mengatakan bahwa harta karun itu tersimpan di gua-gua, ada juga yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan di dalam tanah dan ditimbun. Berbagai klaim itu memiliki dasar sendiri-sendiri. Namun, kalau kita melihat bagaimana Wa Ode Wau memberikan inspirasi pada generasinya dalam dunia pelayaran, maka harta itu menjadi sangat masuk akal. Banyak anak cucu Wa Ode Wau (cucu kultural) yang saat ini memiliki kekayaan milyaran rupiah. Mereka menguasai perdagangan antar pulau yang tentunya di dapatkan dari leluhur mereka di masa lalu. Dalam Makalah yang disampaikan yang disampaikan dalam seminal nasional Sejarah itu, beliau mengatakan bahwa sebutan sebagai etnik maritim yang ada di Buton, sangat pantas diberikan kepada pelayar-pelayar asal kepulauan t...

Harta Kekayaan Wa Ode Wau: Antara Misteri dan Inspirasi

 Oleh: Sumiman Udu Kisah Tentang Wa Ode Wau sejak lama telah menjadi memori kolektif masyarakat Buton. Kekayaannya, Kerajaan Binisnya hingga kemampuannya memimpin kerjaan itu. Semua itu telah menjadi sebuah misteri bagi generasi muda Buton dewasa ini. Dari satu generasi ke generasi berikutnya selalu berupaya untuk menemukan harta karun itu. Dan sampai saat ini belum pernah ada yang terinspirasi bagaimana Wa Ode Wau mengumpulkan harta sebanyak itu.