Bagian V Keesokan harinya, Wanianse terbangun tepat pukul setengah lima subuh, ia merangkak ke dapur untuk mengambil air wudhu. Di telinganya baru saja mengalun azan subuh dari langgar yang tidak jauh dari rumahnya. Langgar kecil yang dibangun oleh masyarakat secara bergotong royong. Subuh itu angin timur begitu kencang, sehingga ketika ia balik untuk melaksanakan shalat, lampu minyak itu mati tertiup angin. “Ya Allah, adakah kesempatan kepada kami mendapatkan listrik?, enam puluh enam tahun negeri ini merdeka, tetapi listrikpun kampung kami belum pernah merasakan. Semoga listrik, dapat menjadi ruang untuk sama dengan anak-anak negeri ini. Enam puluh lima tahun kami masih dalam dunia gelap, bagaimana kami dapat bersaing dengan masyarakat lain di negeri ini, mereka sudah memiliki computer dan internet, tetapi kampung kami, listrik pun belum menyentuh’, Wanianse membatin, telinganya dipertajam sambil tangannya mengapai-gapai di kegelapan mencari kore...
www.pusatstudiwakatobi.blogspot.co.id