Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2011

WANIANSE

Bagian V Keesokan harinya, Wanianse terbangun tepat pukul setengah lima subuh, ia merangkak ke dapur untuk mengambil air wudhu. Di telinganya baru saja mengalun azan subuh dari langgar yang tidak jauh dari rumahnya. Langgar kecil yang dibangun oleh masyarakat secara bergotong royong. Subuh itu angin timur begitu kencang, sehingga ketika ia balik untuk melaksanakan shalat, lampu minyak itu mati tertiup angin. “Ya Allah, adakah kesempatan kepada kami mendapatkan listrik?, enam puluh enam tahun negeri ini merdeka, tetapi listrikpun kampung kami belum pernah merasakan. Semoga listrik, dapat menjadi ruang untuk sama dengan anak-anak negeri ini. Enam puluh lima tahun kami masih dalam dunia gelap, bagaimana kami dapat bersaing dengan masyarakat lain di negeri ini, mereka sudah memiliki computer dan internet, tetapi kampung kami, listrik pun belum menyentuh’, Wanianse membatin, telinganya dipertajam sambil tangannya mengapai-gapai di kegelapan mencari kore...

Kuterjemahkan dan kuberi komentar syair ini untukmu, bangsaku!

Oleh: Asrif Wakatobi pada 10 Desember 2010 jam 2:37 Kuterjemahkan dan kuberi komentar syair ini untukmu, bangsaku! Supaya engkau lebih lagi mengetahui betapa sudah tinggi kebudayaan jiwamu di abad-abad yang lalu. Dan, betapa hebat usahamu di masa-masa yang lampau untuk ketinggianmu.                                                   Bukan aku inginkan balik ke masa itu. Tiada yang hendak kembali ke masa perahu layar karoro, ini masa kapal atom, sputnik, explorer! Aku hanya mengharapkan semoga engkau mengadakan perbandingan. Semoga diusahakan keseimbangan: Dahulu, ketika engkau melayarkan perahu karoromu, tanganmu beruratkan kawat dan hatimu bersemangatkan api. Sekarang, di masa sputnik explorer ini, tetapkah kawat urat-uratmu dan api...

Sebuah Tangis Untuk Negeri

  Oleh: Sumiman Udu   30 Januari jam 23:14 Baru saja aku melintasi bebatuan itu kau menatapku, sudut mata yang penuh curiga sebab hampir koyak selangkanganku anak-anak desa tertawa, di rumah, ibu menangis, sebab besok mau makan apa? sementara televisi tetap menyajikan iklan dibalik berita-berita yang tak tentu arah berebut payudara yang telah usang karena semua masih minta di susui dari desa sampai kota, dari simiskin di kolom jembatan tanpa rumah sampai si kuasa di istana banjir, gunung api, gelombang, angin bernyanyi tapi kita tetap tuli juga sementara gedung-gedung rakyat dipenuhi dengan kecoak yang memang butuh racun dan terikan anak-anak kampung yang lenyap sunyi malam sementara gongong srigala dan anjiang liar baru terdengar di dunia maya menembus batas negara, menembus batas budaya ibu, air mata anak-anak kampung itu sudah hampir kering, sebab susu tidak dapat lagi terbeli se...

WANIANSE

WANIANSE II Oleh: Sumiman Udu Sambungan Cerber Ibu yang ternyata bernama Wanianse itu, tersenyum ketika melihat anak-anak tetangganya yang sudah minum susu besok paginya. ia menyaksikan betapa berharganya uang yang diberikan kemarin itu. "tetapi itu tidak penting, saya pikir, mereka butuh pekerjaan," pikir Wanianse dalam hati. Wanianse menatap anak-anak itu dengan lembut, di hatinya ada rintihan, "mengapa terjadi hal seperti ini. Wanianse pergi ke dalam rumah untuk menganti bajunya, ia akan pergi ke pasar menjual jagung yang dipetiknya kemarin sore. Matanya menatap beberapa ikat jagung, ia akan memnjualnya dengan harga lima ribu rupiah dalam satu ikatnya. seluruh jagungnya ia telah isi di dalam karung dan mengangkatnya ke pinggri jalan menunggu mobil yang lewat. Tidak lama kemudian, sebuah mobil angkutan desa lewat di jalan poros, maka naiklah Wanianse. di beneaknya, sudah tercatat daftar bahan-bahan ytang akan dibelinya jika jag...

WANIANSE

Cerpen oleh : Sumiman Udu Suatu pagi, di sebuah desa di Wakatobi, duduklah dua orang ibu yang sedang mencari kutu. Di sebuah gode-gode mereka mencari kutu, karena tidak tahu mau biki apa. "Apa yang akan kita lakukan di Wakatobi?" pertanyaan itu, lahir dari seorang ibu rumah tangga, ketika ia melihat tetangganya berdiskusi untuk mendukung calon bupati. Kata tentangganya yang sedang mencari kutu, "Kita mau pilih yang mana? kalau pemilu nanti?" sambil mencari kutu tentangganya. "Kalau saya yang ada uangnya saja," kata temannya. "Noha'a? wanatumo? kata ibu itu. "Toalamo alaa, kae te doe, tedawuntomo naikita misikini." kata tetangga ibu itu. Tidak lama kemudian, datanglah salah seseorang yang tentunya salah satu anggota tim sukses. ia singgah dan duduk menghampiri, dua ibu itu. orang itu meminta air minum. dan tidak lama kemudian, lelaki itu menyapa kedua ibu itu dan berkata "I haamo? sambil memandang ke jauh ke depan. ...

Buton dan Epistemologi: Sebuah pandangan

Oleh: Sumiman Udu, 25/01/2011 Sebagai sebuah bangsa dan sebuah kebudayaan yang hidup dalam masyarakatnya, Buton telah melewati perjalanan panjang. Perjalanan itu, paling tidak telah melewati beberapa fase perjalanan hidup manusia, yaitu fase mitologi, ideologi dan fase ilmu pengetahuan. Dalam menjejak perjalannya tersebut, Bangsa Buton telah membentuk sejarahnya dalam berbagai fase kehidupannya. Berdasarkan semangat zamannya, bangsa Buton pernah melewati masa mitologi, dimana manusia memiliki keterbatasan dalam menjalani kehidupannya, sehingga diperlukan kekuatan lain di luar dirinya. Pada masa itu, seluruh kehidupan masyarakat Buton selalu dihubungkan dengan cerita atau mitos-mitos yang menjadi dasar dari seluruh tatanannya, katakanlah, mitos yang ada dalam legenda Wakaakaa, raja pertama Buton. Dalam legenda tersebut, dikisahkan tentang kehidupan Wakaaka yang lahir dari pohon bambu. Ini merupakan interteks dari semangat Zaman di negeri-negeri lain, misalnya hikayat...