Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2011

WANIANSE

Bagian 7 Suasana malam, bulan purnama menyinari tanpa awan, sementara teriakan anak-anak yang bermain di bawah sinar bulan memecahkan malam, Wanianse dan beberapa orang temannya mendiskusikan beberapa tim dari calon-calon bupati yang dating tadi siang. “Saya heran, mengapa mereka datang hanya membawa kecongkakan, bukan membawa program, masa mereka hanya menilai kita dengan uang,” keluh Wanianse membuka kesunyian. Sementara matanya menatap bulan yang terang menyinari wajahnya yang tambah cantik di bawah rembulan. “Iya, saya juga heran, mengapa mereka menilai masyarakat bahwa kalau kita sudah diberi uang kita akan memilih mereka,” sambung tentangganya. “Jadi bagaimana? Apa yang akan kita lakukan?,” Tanya Wanianse. “kalau menurut saya, saat ini masyarakat harus menyadari bahwa untuk ke depan, pemerintah harusnya memberikan yang terbaik untuk kita, jadi mereka harusnnya membicarakan program, karena itu sekaligus janji mereka yang dapat menjadi ukuran kinerja mereka di masa depan,” kata...

Pengembangan SDM Wakatobi harus melebihi Indonesia secara umum

Memasuki percaturan Global, Wakatobi harusnya memiliki kesiapan SDM yang lebih mampu bersaing dan memiliki keahlian yang lebih profesional. Untuk itu, angka partisipai kasar masyarakat Wakatobi ke Perguruan Tinggi harus ditingkatkan, agar dapat melendekati Korea selatan yang 90% sekurang-kurangnya Amerika Serikat yang 60%. Jika tidak, Wakatobi akan tetap tertinggal sebagaimana Indonesia secara umum. Hal ini sebagaimana dilansir oleh Kompas, tanggal 22 Februari 2011 yang mengatakan bahwa Angka partisipasi kasar (APK) Indonesia ke pendidikan tinggi hanya 18,7 persen. Hal itu berarti pekerjaan rumah pendidikan tinggi di Indonesia masih sangat besar, terutama upaya menciptakan kampus menjadi bernuansa akademik yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. "Ukuran orang pintar itu sangat sederhana. Jumlah anak-anak yang belajar di perguruan tinggi dibagi dengan anak-anak yang seharusnmya belajar di perguruan tinggi. Ternyata angka partisipasi kasar (APK) Indonesia ke pendidikan tinggi hany...

WANIANSE

Wanianse bagian VI setelah malam, wanianse mengajak kedua anaknya mendengarkan cerita di rumah nenek. berjalnlah merek bertiga di bawah purnama yang menyinari kampungnya. untung saja ada sinar bulan. beberapa jarak mereka berjalan, tiang lampu yang belum lama dibangun pemda terlewati, listrik tenaga surya itu menyinari menambha terang sinar bulan, semntara angin laut menghangatkan langkah kakinya. setiba di rumah nenek, Wanianse memanggil ibunya, "Ibu, assalamu alaikum. dari dalam rumah panggung itu, "Waalaikum salam". la ijo dan wa leja langsung naik ke dalam rumah, mereka beruda mencium tangan neneknya. "Nenek, ciritakan kita dong, seperti biasa, saya mau datang ke rumah nenek untuk mendengarkan cerita nenek," kata wa leja sambil menarik tangan neneknya ke dekat lampu minyak. maka duduklah nenek dan wanianse di dekat lampu minyak, sementara la ijo dan wa nianse berbaring, sarung mereka menutup sampai di ujung jari kakinya, wa leja di teng...

Wakatobi: Memahami Kembali Kebudayaan kita

Sumiman Udu 05 Februari jam 21:32 5 Feb 2011 Menghadapi beberapa minggu ke depan yang tidak menentu, dimana masyarakat Wakatobi akan menentukan pemimpinnya di masa depan, maka diperlukan suatu perenungan tentang esensi kebudayaan Wakatobi. Kebudayaan yang telah menjadi identitas masyarakat Wakatobi. Masyarakat Wakatobi sebagai salah satu wilayah barata dalam Kesultanan Buton, tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang mendukung pengembangan Wakatobi di masa depan. Dalam hubungannya dengan itu, Wakatobi memiliki konsep Kangkilo/kabusa yaitu konsep dasar peletakan identitas islam yang dimodifikasi dalam kebudayaan buton. Dalam kontes itu, masyarakat Wakatobi memiliki konsep kesucian lahir dan batin. suci niat dan suci tubuh sehingga segala langkah dan perbuatan kita berada dalam ranah kesucian (keilahian). Suci niat artinya, jangan pernah berpikir untuk merusak atau merugikan orang lain, misalnya mengambil hak...

CHILDREN OF REEF

By. Sumiman Udu and Omar Pidani I swam over the sea restlessly Crawling through seabed of reefs relentlessly In search of the paths of my ancestors histories now crafted perfectly in our lullabies and telling stories . Hmm, they’ve all vanished tragically All these nests are burnt out into pieces And those sands are not things in common Yet, where is Kaluku Sara Where is Motika Where is Kaindea And where is Untu, Bungi and Sangia Don’t come and bother us, when we’re hopeless Don’t come and buy our piece of earth in the middle of our poverty Don’t ruin our live in the middle of our ignorance Stopi it please, stop it !! Stop all the lies As we’re human just like you We need food, shelter and love Not the crows’ humming Coming out of a lion’s mouth That resembles wolf’s death woofing We’re dying Because our tears are drained From fire you turn to dry them on The rest have spilled over To fill up the court’s room

MERAJUT KEINDONESIAAN

  oleh:  ABD RAHMAN HAMID Staf Pengajar Sejarah FIB Universitas Hasanuddin Pada kali pertama berkunjung ke Buton tahun 1999, bahkan hingga kini, saya mendengar perkataan bahwa “Buton bukan Indonesia”. Pasalnya, negeri ini tidak pernah dijajah oleh Belanda. Sehingga, dengan demikian, tidak memiliki pengalaman masa lalu yang sama dengan daerah-daerah lainnya untuk menjadi Indonesia. Lebih lanjut, Indonesia yang dihasilkan dari pergumulan pemikiran para pendirinya, pada sidang-sidang BPUPKI dan PPKI, juga ditegaskan dalam diktum 3 Perjanjian Linggajati 1947, adalah wilayah bekas jajahan Belanda. Wacana ini sangat menarik ditengah upaya keras pemerintah menyempurnakan Indonesia. Bagaimanapun, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dalam bahasa doktrinal tentara, sudah harga mati. Tetapi, meskipun demikian, Indonesia bukanlah pula barang jadi, atau simpul politik yang langsung diterima seratus persen oleh masyarakat yang kini menjadi kelu...

ANAK-ANAK KARANG

Oleh: Sumiman Udu Aku merenangi lautan tanpa lelah Menyusuri setiap tebing-tebing karang Menyusuri setiap jejak leluhur Yang terukir dalam cerita Pengantar tidur Ah, rupanya ruangku sudah dirampas orang Sarang-sarangku sudah di hancurkan Dan pasir-pasir itu bukan milik bersama lagi Di mana kaluku sara Dimana motika, Dimana kaindea Dimana untu, bungi dan sangia Jangan usik hidup kami, walau kami tidak berdaya! Jangan beli negeri kami di tengah kemiskinan kami! Jangan hancurkan hidup kami di tengah kebodohan kami! Hentikan, hentikan! Hentikan, kebohongan itu Sebab kami manusia Butuh, makan, rumah dan cinta-kasih Bukan nyanyian yang indah Yang keluar dari aum harimau dan longlongan sri gala Kami bersedih, sebab api yang memasak air mata Sudah hampir tumpah Memenuhi jalan-jalan,  Dan ruang-ruang pengadilan Kendari, 10 November 2010 Puisi Terkiat: Children of Reef